Rabu, 27 November 2013

MID KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI

M I D
KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI


NAMA                     :  SUSIYANTI
STAMBUK             :  G2G1  12 116
KELAS                   :  A


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALUOLEO
K E N D A R I
2 0 1 3



1.      Proses pengangkatan kepala sekolah ditempuh dengan jalur karir dan jalur pendidikan
a.       Proses pengangkatan kepala sekolah yang ditempuh dengan jalur karir merupakan proses pengangkatan yang dilakukan dengan cara melihat kinerja dan pengalaman seseorang dan juga karier kepangkatan seseorang apabila dia telah memenuhi syarat untuk menjadi seorang kepala sekolah.
Kartono (1984: 34) menyatakan bahwa : pimpinan adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan keahlian khusus sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya satu atau beberapa tujuan.
Hersey & Blanchard (1977 : 83) menyatakan bahwa kepemimpinan “is the process on influecing the activities of an individual or group in effort toward goal achievement in a given situation”. Pandangan ini senada dikemukakan bahwa : “leadership is the process of influecing group activities toward goal setling and goal achievement”. Diartikan bahwa studi tentang kepemimpinan bukanlah terletak pada orangnya, melainkan pada bagaimana proses orang tersebut dalam mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun kelompok dalam situasi tertentu, sehingga orang dipengaruhi tersebut dapat melakukan apa-apa yang diinginkan oleh yang mempengaruhinya.
Sedangkan
pengangkatan kepala sekolah yang ditempuh dengan jalur pendidikan merupakan proses pengangkatan yang dilakukan dengan cara melihat jalur pendidikan yang telah ditempuh oleh seseorang untuk layak menjadi seorang kepala sekolah. Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta  pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah. (Pasal 3 Ayat 1) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal 100 (seratus) jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal selama 3 (tiga) bulan. (Pasal 7 Ayat 2). Untuk menjadi kepala sekolah, kata dia, harus ada suatu bukti bahwa mereka itu kompeten dan punya suatu keterampilan manajerial di dalam mengelola sekolah. “Diharapkan implementasi di lapangan tidak menentukan kepala sekolah hanya karena like and dislike, tetapi ada satu proses yang sesuai.

b.      Pengangkatan kepala sekolah melalui jalur karier
                        Lebih lanjut Lunenburg dan Irby (2006:296) mengatakan bahwa rekrutmen dapat diartikan sebagai proses mendapatkan pegawai yang berkualitas untuk mengisi atau mengembangkan sumber daya manusia sekolah. Untuk merekrut pelamar secara efektif, kepala sekolah harus (a) memiliki analisis mendalam tentang persyaratan kerja; (b) mengetahui kendala-kendala hukum yang mempengaruhi upaya merekrut, dan (c) mengembangkan sumber-sumber potensi karyawan atau pegawai. Jika konsep yang dikemukakan Lunenburg dan Irby itu diterapkan pada rekrutmen kepala sekolah, maka yang dimaksud rekrutmen kepala sekolah yaitu suatu proses untuk mendapatkan kepala sekolah yang berkualitas, dalam rangka mengisi formasi yang tersedia. Secara sederhana Boyatzis (2008:5) berpendapat a competency is defined as a capability or ability. Sementara itu menurut Spencer and Spencer (1993:9) competency is an underlying effective and/or superior performance in a job or situation (kompetensi adalah kinerja yang efektif atau unggul yang mendasari dalam pekerjaan atau situasi). Pengembangan kompetensi yaitu upaya atau proses mengembangkan sejumlah potensi atau kemampuan yang dimiliki kepala sekolah. Hal inipun dapat terlihat terlihat jelas di dalam bab dua pasal dua Permendiknas no. 28 Tahun 2010, syarat-syarat guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah (1) Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus. (2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : (a). beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b). memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi; (c). berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah; (d). sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah; (e). tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (f). memiliki sertifikat pendidik; (h). pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB; (i). memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing; (j). memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan (k). memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir. Dalam Dalam Permendiknas No­mor 13 tahun 2007 ditetap­kan ada lima kompetensi yang harus dimiliki seorang guru untuk bisa diangkat menjadi kepala sekolah, yaitu:  kompetensi kepribadian, kom­pe­tensi manajerial, kompe­ten­si kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan  kompetensi sosial. Kompetensi kepribadian menuntut seorang kepala sekolah antara lain harus  berakhlak mulia dan bisa menjadi teladan, memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin, memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri, bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas, serta mampu mengen­dalikan diri dalam menghadapi masalah. Sebelum menetapkan suatu pilihan karier seorang calon kepala sekolah hendaklah terlebih dahulu mengenal tipe kepribadian, model-model lingkungan pekerjaan, corak hidup dan selfconcept atau penilaianya terhadap dirinya sendiri. Dewa Ketut Sukardi (1993:vi) menyebutkan “Pada intinya teori ini menganggap bahwa suatu karier merupakan hasil dari suatu interaksi antara faktor heriditas dengan segala pengaruh budaya, teman bergaul, orang tua, dan orang lain yang dianggap memiliki peranan penting”. Mortimer R. Feinberg,dkk. (1994:17) alih bahasa oleh R. Turman Sirait dalam buku mereka yang berjudul Psikologi Manajemen menyebutkan “Pokok-pokok gaya manajemen adalah sebagai berikut: 1) tentukan tujuan-tujuan anda, 2) perolehlah secukupnya masukan dari bawahan anda, 3) dalam kerangka yang luas, susunlah pekerjaan dan tugas itu untuk bawahan, 4) bicara dan bekerjalah dengan bawahan untuk menolong mereka melaksanakan pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya”. Jadi ini merupakan pendekatan terhadap suatu gaya kepemimpinan manajemen yang sehat, tidak perlu keras tetapi harus dengan jiwa yang teguh. Wildavsky yang dikutip Sudarwan Danim mengemukakan bahwa salah satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah atau calon kepala sekolah, bahwa “Kompetensi minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah; keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan keterampilan teknis instruksional dan non instruksional”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kantz bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen sekolah sebagai proses sosial, mengemukakan tiga jenis keterampilan yang hendaknya dimiliki oleh kepala sekolah atau calon kepala sekolah yaitu : 1). Keterampilan teknis, adalah keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode dan teknik-teknik tertentu dalam menyelesaikan tupoksi. 2). Keterampilan manusiawi, adalah keterampilan yang menunjukkan kemampuan seorang manajer dalam bekerja sama dengan orang lain secara efektif dan efisien. 3). Keterampilan konseptual, merupakan keterampilan yang behubungan dengan cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja sekolah secara keseluruhan.
                        Kompetensi manajerial menuntut kepala sekolah antara lain harus mampu menyusun perencanaan sekolah, mampu mengembangkan organisasi sekolah, mampu memimpin sekolah secara optimal, mampu menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif, mampu mengelola guru dan staf, peserta didik, kurikulum, keuangan, sarana dan prasarana dan lain sebagainya secara optimal. Sedangkan kompetensi kewirausahaan mengharuskan kepala sekolah bisa mencipta­kan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah, bisa bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah, harus memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas, pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah, serta memiliki naluri kewira­usahaan.

c.       Kekuatan mengangkat kepala sekolah melalui jalur karir
Dalam proses pengangkatan kepala sekolah melalui jalur karir seorang kepala sekolah telah mempunyai pengalaman yang baik dalam hal pendidikan karena seseorang dengan pengalaman yang banyak akan dapat membantu seseorang dalam meningkatkan kinerja seseorang. Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seorang pemimpin, karana : (1) Membentuk diri sendiri (self constituded leader, self mademan, born leader) (2). Dipilih oleh golongan, artinya ia menjadi pemimpin karena jasa-jasanya, karena kecakapannya, keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi. (3) Ditunjuk dari atas, artinya ia menjadi pemimpin karena dipercaya dan disetujui oleh pihak atasannya (Imam Mujiono, 2002: 18).
Adapun kelemahannya seorang pemimpin yang tidak mempunyai masa kinerja yang baik dan lama akan sangat mempengaruhi dia dalam memimpin lembaga pendidikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor  13 tahun 2007  tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah, dimana  ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Disamping itu pelaksanaan Otonomi Daerah mengharuskan kepala sekolah untuk mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi peraturan yang berlaku di daerah masing-masing. Mengelola penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, atau secara lebih operasional tugas pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali dan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam kerangka pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Pemimpin/Leader, Inovator, Motivator. Selama ini, dengan alasan otonomi daerah penugasan guru sebagai kepala sekolah (baik mutasi maupun pemberhentian) masing-masing daerah membuat aturan sendiri sehingga terkesan seakan-seakan penugasan guru sebagai kepala sekolah suka-sukanya orang yang menentukanSemua hal tersebut diatas tidak akan terlaksana dengan baik jika seseorang tidak mempunyai kinerja yang baik dan pengalaman dalam mengelola pendidikan sebagai manajerial sekolah.

Kekuatan pengangkatan kepala sekolah melalui jalur pendidikan
pendidikan akan sangat mempengaruhi baik tidaknya kinerja seseorang. Kemampuan seorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, karena melalui pendidikan itulah seseorang mengalami proses belajar dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Selama menjalani pendidikannya seseorang akan menerima banyak masukan baik berupa ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang akan mempengaruhi pola berpikir dan prilakunya. Ini berarti jika tingkat pendidikan seseorang itu lebih tinggi maka makin banyak pengetahuan serta keterampilan yang diajarkan kepadanya sehingga besar kemungkinan kinerjanya akan baik karena didukung oleh bekal ketrampilan dan pengetahuan yang diperolehnya

Adapun kelemahannya pada proses pengangkatan ini seorang kepala sekolah tidak mempunyai pendidikan yang baik akan mempengaruhi kinerja kepala sekolah tersebut karena kurangnya pengetahuan dalam kepemimpinan sekolah C.E Beeby (1981) dalam bukunya “Pendidikan di Indonesia” menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan Kepala Sekolah baik di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan, meski diakui Kepala Sekolah Lanjutan lebih tinggi kualitasnya karena umumnya berkualifikasi Sarjana, namun tetap saja Kinerja/Kepemimpinan Kepala Sekolah masih dianggap gagal dimana “sebab utama dari kegagalan dalam kepemimpinan para Kepala Sekolah ini terletak pada organisasi intern Sekolah lanjutan itu sendiri”. Sementara Sherry Keith dan Robert H. Girling (1991) mengutip laporan Coleman Report menyebutkan bahwa dalam penelitian efektifitas sekolah 32% prestasi siswa dipengaruhi kualitas manajemen sekolah. Ini berarti bahwa kinerja kepala sekolah dalam manajemen pendidikan akan juga berdampak pada prestasi siswa yang terlibat di dalam sekolah tersebut.


d.      Penerapan pengangkatan kepala sekolah melalui jalur karir
-          Tingkat regional
Indonesia seiring dengan lahirnya Permendiknas No.28 thun 2010 sudah terbentuk Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS).
Pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan pendidikan tertentu. Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah terdiri dari : penetapan formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan pengangkatan calon yang paling memenuhi kualifikasi. Tahap rekrutmen dan seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika terjadi salah langkah pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala sekolah yang kurang kompeten. Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak berkembang, stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang tidak kompeten.
Untuk melahirkan kepala sekolah yang profesional, Depdiknas telah menelorkaan regulasi  Peraturan Menteri No.28 tahun 2010 Tentang Pedoman Dan Panduan Pelaksanaan Pengadaan Kepala Sekolah, untuk dijadikan pegangan bagi daerah dalam pengadaan kepala sekolah. Beberapa prinsip rekrutmen yang penting dalam pengadaan kepala sekolah menurut permendiknas Nomor 28 thn 2010  adalah :
1.      Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara rutin pada awal tahun berdasarkan hasil analisis dan penetapan formasi jabatan kepala sekolah
2.      Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara proaktif dalam rangka mendapatkan guru yang paling menjanjikan untuk menjadi kepala sekolah. Rekrutmen calon kepala sekolah hendaknya dilakukan melalui proses pencarian secara aktif kepada semua guru yang dipandang memiliki kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-guru yang memiliki kualifikasi dak kompetensi yang paling menjanjikan banyak melamar dan mengikuti seleksi calon kepala sekolah.
3.      Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara terbuka melalui surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru yang memenuhi kualifikasi.
 Sesuai permendiknas nomor 28 Tahun 2010 Bab X tentang ketentuan penutup dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak berlakunya permediknas ini , Pemerintah kabupaten/kota dan penyelenggara sekolah wajib menyiapakan program penyiapan calon kepala sekolah . LPPKS yang mempunyai Tupoksi menyiapkan pengembangan dan pemberdayaan kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk mesosialisasikan Prog Penyiapan calon Kepsek di kab/kota seluruh Indonesia dengan harapan :
a.       Tercipta pemahaman yang sama pada semua lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan diklat calon kepala sekolah/madrasah;
b.      Pemahaman yang sama dalam penyelenggaraan diklat akan menghasilkan proses yang terstandar; dan
c.       Proses diklat calon kepala sekolah/madrasah yang terstandar akan menghasilkan calon-calon kepala sekolah yang betul-betul berpotensi dan kompeten.
Lahirnya Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan guru sebagai kepala sekolah / madrasah merupakan bentuk pengendalian standar profesi kepala sekolah / madrasah yang intinya memberikan acuan dalam hal: penyiapan calon kepala sekolah / madrasah, Masa tugas, Pengembangan keprofesian berkelanjutan, Penilaian kinerja kepala sekolah /madrasah, dan mutasi serta pemberhentian sebagai kepala sekolah / madrasah.  Dengan lahirnya permensiknas nomor 28/2010 ini maka Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003, tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dinyatakann  tidak berlaku . Mengingat strategisnya peran kepala sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan maka proses pengadaan kepala sekolah, baik rekrutmen mapupun seleksi menjadi salah satu faktor terpenting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Proses Penyiapan calon kepaka sekolah / madrasah meliputi Rektrutmen, Pendidikan dan Pelatihancalon kepal sekolah/madrasah. Rektrutmen bertujuan untuk memilih guru – guru yang memiliki pengalaman dan potensi terbaik untuk mendapatkan tugas sebagai kepala sekolah / madrasah , dengan langkah – langkah kegiatan yang meliputi : (1). pengusulan calon oleh kepala sekolah dan atau pengawas sekolah, (2). Seleksi administrative, dan Seleksi akademik. Seleksi administrstif berupa pemeriksaan terhadap dokumen administrasi calon kepala sekolah dengan tujuan untuk memastikan bahwa calon kepala sekolah memenuhi persaratan administrative seperti tercantum dalam permendiknas nomor 28 tahun 2010 pasal 2 ayat (2),
Ø Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Ø Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi;
Ø Berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/ madrasah; atau setinggi-tingginya 54 tahun pada saat mengajukan lamaran.
Ø Sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah;
Ø  Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Ø Memiliki sertifikat pendidik;
Ø Pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
Ø Memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
Ø Memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
Ø Memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Persyaratan administrasi di atas didukung dengan dokumen administrasi sebagai berikut:
a.       Daftar Riwayat Hidup.
b.      Pas foto terbaru ukuran 3 x 4 sebanyak 4 lembar. Latar belakang warna merah, pria berdasi dan wanita memakai blasér.
c.       Fotocopy SK CPNS dan SK PNS yang telah dilegalisasi.
d.      Fotocopy SK GTY (SK Guru Tetap Yayasan) yang telah dilegalisasi.
e.       Fotocopy SK Pangkat terakhir yang telah dilegalisasi.
f.       Fotocopy ijazah pendidikan tertinggi yang telah dilegalisasi.
g.      Fotocopy Sertifikat Pendidik yang telah dilegalisasi.
h.      Fotocopy bukti kepemilikan NUPTK.
i.        Fotocopy KTP.
j.        Fotocopy Penilaian Kinerja dua tahun terakhir.
k.      Fotocopy DP3 dua tahun terakhir
l.        Surat keterangan melaksanakan tugas mengajar dari kepala sekolah/madrasah.
m.    Surat Keterangan sehat dari dokter Rumah Sakit pemerintah.
n.      Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Seleksi dilaksanakan oleh Panitian termasuk di dalamnya Tim Asessor ( terlatih ) Dinas Pendidikan pemuda dan olahraga kab/kota.nSeleksi akademik meliputi : a. Penilaian potensi kepemimpinan  (PPK) , b. Penilaian makalah Kepemimpinan ( MK ) , c.  Penilaian portofolio calon kepala sekolah berupa rekomendasi kepala sekolah dan rekomendasi pengawas sekolah, d.  Penilaian kinerja guru 2 tahun terakhir, dan, e.  DP3 dua tahun terakhir.
Diklat calon kepala sekolah dilaksanakan oleh lembaga diklat terakreditasi yang merupakan kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teorik maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi : Kompetensi kepribadian, Kompetensi menejerial, Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi supervisi dan, Kompetensi soasial.
Model Diklat calon kepala sekolah/madrasah dikemas dalam 3 tahap : a. model “In-Service Learning 1 (70 JP/ 7 hari ). Materi :-Kepemimpinan , -Manajerial , -Supervisi , -Kewirausahaan, -Rencana Tindak (RTK) , b. On-the Job Learning (200 JP /3 Bulan) 150 jp di sekolah sendiri (peningkatan kualitas kinerja yang terkait dengan 4 snp: isi, proses, penilaian dan standar kompetensi lulusan) 50 jp di sekolah lain (peningkatan kualitas diri  (dan kinerja jika kondisi memungkinkan) Materi : -Implementasi Rencana Tindakan Kepemimpinan, c. In-Service Learning 2”. 30 JP / 3 hari , Materi : -Penilaian portfolio, -Presentasi hasil OJL: implementasi Rencana Kepemimpinan
Model ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang terpadu antara aspek pengetahuan kognitif dan pengalaman empirik sesuai dengan karakteristik peserta diklat sebagai adult learner. Calon kepala sekolah yang dinyatakan lulus dilat diberi STTPP ( Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan) oleh lembaga diklat yang menyelenggarakan diklat calon kepala sekolah tersebut. Selanjutnya calon kepala sekolah yang sudah lulus Diklat calon kepala sekolah diusulkan oleh lembaga Diklat ke LPPKS (Lembaga Pemberdayaan Kepala Sekolah ) untuk mendapatkan NUKS ( Nomor Unik Kepala Sekolah ) dan Sertifikat kepala sekolah.
Pengangkatan Kepala sekolah / madrasah dilakukan melalui penilaian akseptabilitas oleh Tim Pertimbangan Pengakatan Kepala Sekolah ( TPPKS) yang ditetapkan oleh Pemerintah kabupaten/kota atau penyelenggara sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya. Tim Pertimbangan Pengangkatan Kepala Sekolah  melibatkan unsur Pengawas sekolah, dan Dewan Pendidikan.
Proses rekrutmen kepala sekolah yang baik belum cukup untuk menghasilkan kepala sekolah yang tangguh dan profesional jika tidak disertai pembinaan yang baik, yaitu pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan ”reward & punishment” yang tegas dan konsisten. Pembinaan kepala sekolah seperti yang berlaku selama ini ’kepala sekolah berprestasi maupun tidak berprestasi tetap aman menjadi kepala sekolah’, bahkan kepala sekolah yang sarat dengan masalahpun tetap aman pada posisinya sampai pensiun, kecil kemungkinan lahir kepala sekolah yang tangguh dan profesional. Dibutuhkan sistem pembinaan yang menimbulkan motivasi berprestasi, seperti penghargaan dan promosi bagi kepala sekolah berprestasi dan sebaliknya peninjauan kembali jabatan kepala sekolah bagi mereka yang tidak berprestasi.
-          Tingkat Internasional
Di negara-negara maju masalah kepala sekolah ditangani oleh lembaga tersendiri yang khusus melatih kemampuan kepala sekolah dan mempersiapkan calon kepala sekolah. Di Singapura ada lembaga ”Leadership School” khusus untuk melatih kepala sekolah dan mempersiapkan calon-calon kepala sekolah. Lembaga ini sudah go internasional. Begitu juga di Malasyia, Korea Selatan, Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga sejenis.
Di Amerika Serikat, kebanyakan sekolah memiliki apa yang disebut dewan manajemen sekolah (school management council). Dewan ini beranggotakan kepalasekolah, wakil orang tua, wakil guru, dan di beberapa tempat juga anggota masyarakat lainnya, staf administrasi, dan wakil murid di tingkat sekolah menengah. Dewan ini melakukan analisis kebutuhan dan menyusun rencana tindakan yang memuat tujuan dan sasaran terukur yang sejalan dengan kebijakan dewan sekolahdi tingkat distrik. Di beberapa distrik, dewan manajemen sekolah mengambil semua keputusan pada tingkat sekolah. Di sebagian distrik yang lain, dewan ini memberi pendapat kepada kepala sekolah, yang kemudian memutuskannya. Kepala sekolah memainkan peran yang besar dalam proses pengambilan keputusan, apakah sebagai bagian dari sebuah tim atau sebagai pengambil keputusan akhir.
Sebagai sebuah sistem yang kompleks sekolah terdiri dari sejumlah komponen yang saling terkait dan terikat, diantaranya : kepala sekolah, guru, kurikulum, siswa, bahan ajar, fasilitas, uang, orangtua dan lingkungan. Komponen kepala sekolah merupakan komponen terpenting karena kepala sekolah merupakan salah satu input sekolah yang memiliki tugas dan fungsi paling berpengaruh terhadap proses berlangsungnya sekolah.
2.      Dapatkah guru dikatakan pemimpin formal dan informal pendidikan
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap perubahan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal.
Berkaitan  dengan  pengertian  pendidikan  terdapat  perbedaan  yang  jelas  antara pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal  ini  Coombs  (1973) membedakan  pengertian  ketiga  jenis  pendidikan  itu  sebagai berikut.
Pendidikan  formal  adalah  kegiatan  yang  sistematis,  bertingkat/berjenjang, dimulai dari  sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya;   termasuk   kedalamnya   ialah   kegiatan   studi   yang   berorientasi akademis  dan  umum,  program   spesialisasi,  dan  latihan  professional,  yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap  orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang  bersumber  dari   pengalaman  hidup  sehari-hari,  pengaruh  lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh  kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar sistem  persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan  yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya.
Pendidikan informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seorang lahir sampai mati, seperti dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau dalam pergaulan sehari-hari.
Walaupun demikian, pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang karena dalam kebanyakan masyarakat pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan berperan penting melalui keluarga, masyarakat, dan pengusaha. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan di tempat-tempat lain. Sampai umur 3 tahun, seseorang akan selalu berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian seseorang. Dalam hal ini psikiater kalau menemukan penyimpangan dari kehidupan seseorang akan mencari sebab-sebabnya pada masa kanak-kanak seseorang itu.
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai ke liang kubur di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari. Contoh pengemudi becak. Bagi pengemudi becak, jelas tidak ada pendidikan formalnya. Jika seseorang pertama kali mencoba mengemudi (mengendalikan becak), ia akan menemui kesulitan.
Kalaupun ada temannya yang baik hati, ia pun akan mengatakan lebih kurang cara memegang kemudi begini. Seterusnya sikap calon pengemudi becak itu akan berjalan sendiri menjalankan becak di satu tanah lapang atau di jalan yang lengang.
Berdasarkan naluri dan pengalaman yang didapat dari kegiatan sehari-hari, ia merasakan lebih mantab mengendalikan becak. Atas dasar ini sebenarnya abang becak tadi telah mendapat pendidikan informal dalam mengemudikan becak.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan dimulai dari persiapan pendidikan (sebelum anak lahir), kemudian dilakukan pendidikan informal dalam keluarga (setelah anak lahir) oleh orang tua, pada masanya anak memasuki pendidikan formal di sekolah dan selebihnya kegiatan pendidikan berjalan di luar keluarga dan sekolah yaitu dalam masyarakat, sehingga dengan demikian mengingatkan kita bahwa pada dasarnya manusia itu hendaknya memperoleh pendidikan selama hidupnya. Inilah yaitu mungkin dikenal dengan asas baru dalam dunia pendidikan sebagai “Pendidikan Seumur Hidup” (life long education) yang di negara Canada dikenal dengan “Life Long Learning” dan di Amerika dikenal dengan “Continuing Education”.
Hal ini pun dapat dilihat dalam Dalam GBHN TAP MPR (Garis Besar Haluan Negara Ketetapan MPR) dinyatakan: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.” Sedangkan terhadap bawahannya kepala sekolah berkewajiban membina hubungan yang sebaik-baiknya dengan guru, staf dan siswa, sebab esensin kepemimpinan adalah kepengikutan orang lain.
Dengan membandingkan karakteristik pendidikan sekolah terhadap karakteristik pendidikan luar  sekolah (Ryan, 1972:11), sebagai ilustrasi, di satu pihak, pendidikan sekolah memiliki program berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan dan dapat diterapkn secara seragam di semua tempat  yang memiliki kondisi sama. Di pihak lain, pendidikan   luar   sekolah   mempunyai   program   yang    tidak   selalu   ketat   dalam penyelenggaraan programnya.  Program  pendidikan sekolah     memiliki  tingkat keseragaman yang ketat, sedangkan program pendidikan luar sekolah lebih bervariasi dan lebih luwes.

b.      Kaitan antara pemimpin formal dan pemimpin informal
UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan adanya 3 Jalur Pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Ketiga jalur pendidikan ini saling melengkapi dan memperkuat pendidikan nasional yang menganut prinsip terbuka dan sistemik. Setiap peserta didik berhak pindah jalur dalam satuan pendidikan yang setara.
Sebagaimana disebutkan dimuka, pendidikan formal merupakan pendidikan disekolah yang mempunyai dasar, tujuan, isi, metode, dan alat-alatnya disusun secara sistematis. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan pendidikan formal lebih banyak penggarapannya dalam mengatur pendidikan disekolah. Sebagai pendidikan formal, maka pendidikan formal itu diposisikan menjadi suatu pendidikan yang sangat penting. Dimana pendidikan formal itu menentukan bagaimana pendidikan itu diselenggarakan.
System pendidikan formal banyak member pengetahuan dan keahlian sehingga pendidikan formal membantu para peserta pendidikan untuk berinovasi dalam bidangnya, sehinggan dapat menimbulkan perubahan sesuai dengan keadan masyarakat yang berbeda-beda dengan satu sama lain dalam pendidikan yang sesuai dengan keahliannya dalam belajar.
Posisi lembaga pendidikan formal itu sangat penting diantara pendidikan informal dan non formal, karena dalam realisasi kegiatannya pendidikan formal yang dikenal dengan pendidikan sekolah, yang teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Akan tetapi ketiga system pendidikan tersebut ( formal, informal dan non formal ) saling menunjang dalam programnya, didalam kerangka penerusan kebutuhan masyarakat dalam pedidikan.
Sebagaimana diketahui bahwa sektor swasta memiliki ciri umum yaitu keharusan adanya kemampuan mandiri tanpa subsidi. Ciri umum yang khas ini menuntut adanya bahwa setiap pekerja harus memiliki keterampilan yang dipersyaratkan agar dapat menunjang kelestarian hidup dan perkembangan pekerjaan/usaha. Ciri umum tersebut juga sejalan dengan sifat dari badan-badan usaha pendidikan non formal itu sendiri, yang pada umumnya diselenggarakan oleh pihak swasta.
Dari uraian tersebut semakin terlihat betapa eratnya kerja sama antara pendidikan formal dan pendidikan non formal, yang satu sama lainnya bersifat komplementer sebagai sebuah sistem yang terpadu.
Selanjutnya ada juga pendidikan informal sebagai suatu fase pendidikan yang berada disamping dan di dalam pendidikan. pendidikan formal dan non formal sangat menunjang keduanya. Sebenarnya tidak sulit untuk dipahami karena sebagian besar waktu peserta didik adalah justru berada di dalam ruang lingkup yang sifatnya informal.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, non formal, dan informal ketiganya hanya dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisah-pisahkan karena keberhasilah pendidikan dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumber daya manusia sangat tergantung kepada sejauh mana ketiga sub sistem tersebut berperanan.
Dalam membicarakan pendidikan ini dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1.      Pendidikan formal.
2.      Pendidikan informal.
3.      Pendidikan non formal.
Dimana pendidikan formal yaitu pendidikan yang sudah diatur sedangkan pendidikan informal yaitu pendidikan yang pertama kali didapat didalam keluarga dan pendidikan non formal yaitu pendidikan yang belum ditetapkan tetapi memiliki nilai menididik. Ketiga sistem pendidikan tersebut (formal, informal, dan non formal) saling menunjang kebutuhan masyarakat dalam pendidikan.
Posisi lembaga pendidikan formal pun diantara pendidikan informal dan non formal itu sangat penting karena pendidikan non formal merupakan pendidikan sekolah yang mempunyai dasar, tujuan, isi, metode dan alat-alatnya disusun secara sistematis. Sisitem pendidikan formal banyak memnberi pengetahuan dan keahlian sehingga pendidikan formal membantu para perserta pendidikan untuk berinopasi dalam bidangnya, sehingga dapat menimbulkan perubahan satu sama lain dalam pendidikan formal yang diambilnya sesuai dengan bidangnya atau keahliannya.
Masa depan seseorang disiapkan oleh yang bersangkutan melalui pendidikan baik itu pendidikan formal, informal, dan non formal banyak memberi pengetahuan dan keahlian dalam membantu masa depan seseorang tersebut untuk berinopasi dalam bidangnya. Pendidikan juga memotivasi kemajuan sosial dan politik sehingga proses pendidikan hendaknya dapat menimbulkan perubahan sosial. Secara kelaziman, pendidikan memegang peranan penting dalam rangka menentukan perkembangan individu kearah yang dicita-citakan.
Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui bahwa ada hubungan yang erat antara keluarga dan sekolah. Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar pada pendidikan di sekolah.
Beriyamin S. Bloom (1976) menyatakan bahwa lingkungan keluarga dan faktor-faktor luar sekolah yang telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup di kelas pada suatu sekolah relatif singkat, sebagian besar waktunya dipergunakan siswa untuk bertempat tinggal di rumah. Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari orang dewasa dan beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah. Dari uraian ini dapat diketahui lebih lanjut bahwa kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar bagi studi anak di sekolah. Suasana keluarga yang bahagia akan mempengaruhi masa depan anak baik di sekolah maupun di masyarakat, dalam lingkungan pekerjaan maupun dalam lingkung keluarga kelak (Sikun Pribadi, 1981, p. 67). Dari kutipan ini dapat diketahui bahwa suasana dalam kelaurga dapat mempengaruhi kehidupan di sekolah.
Menurut Erikson yang dikutip oleh Sikun Pribadi (1981) bahwa pendidikan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh (1) rasa aman, (2) rasa otonomi, (3) rasa inisiatif. Rasa aman ini merupakan periode perkembangan pertama dalam perkembangan anak. Perasaan aman ini perlu diciptakan, sehingga anak merasakan hidupnya aman dalam kehidupan keluarga. 
Rasa aman yang tertanam ini akan menimbulkan dari dalam diri anak suatu kepercayaan pada diri sendini. Anak yang gagal mengembangkan rasa percaya diri ini akan menimbulkan suatu kegelisahan hidup, ia merasa tidak disayangi, dan tidak mampu menyayangi. 
Fase perkembangan yang kedua adalah rasa otonomi (sense of autonomy) yang terjadi pada waktu anak berumur 2 sampai 3 tahun. Orang tua harus membimbing anak dengan bijaksana agar anak dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah pribadi yang berharga, yang dapat berdiri sendiri dan dengan caranya sendiri ia dapat memecahkan persoalan yang ia hadapi. Kegagalan pembentukan rasa otonomi, suatu sikap percaya pada diri sendiri dan dapat berdiri sendiri akan menyebabkan anak selalu tergantung hidupnya pada orang lain. Setelah ia memasuki bangku sekolah ia selalu harus dikawal oleh orang tuanya. Ia selalu tidak percaya diri sendiri untuk menghadapi persoalan yang dihadapi di sekolah. 
Peranan kepala sekolah sebagai pejabat formal secara singkat dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah diangkat dengan surat keputusan oleh atasan yang mempunyai kewenangan dalam pengangkatan sesuia dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas serta hak-hak dan sanksi yang perlu dilaksanakan, secara hirarki memiliki atasan langsung yang lebih tinggi, memiliki bawahan dan mempunyai hak kenaikan jabatan. Sedangkan pada pemimpin informal pengangkatannya tanpa ada keputusan yang sesuai dengan prosedur yang ada dan jelas mempunyai hak-hak dan sanksi terikat yang diberikan kepadanya

a.       faktor – faktor yang mendukung sehingga guru dapat menjadi pemimpin yang ideal dibidang pendidikan
Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama. Jadi profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah berarti suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dalam menjalankan dan memimpin segala sumber daya ayang ada pada suatu sekolah untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Sebelum lahirnya Permendiknas no 28 tahun 2010 ini, telah ada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0296/U/1996, tanggal 1 Oktober 1996 tentang Penugasan Guru Pegawai Negeri Sipil sebagai Kepala Sekolah di lingkungan Depdikbud dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah telah mengarah pasa sistim pembinaan di atas .
Ada dua aspek penting dalam kedua Kepmen tersebut yang sejalan dengan permendiknas no.28 tahun 2010 yaitu : Kepala Sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah dan masa jabatan Kepala Sekolah selama 4 (empat) tahun serta dapat diperpanjang kembali selama satu masa tugas berikutnya bagi kepala sekolah yang berprestasi sangat baik. Status Kepala Sekolah adalah guru dan tetap harus menjalankan tugas-tugas guru, mengajar dalam kelas minimal 6 jam dalam satu minggu di samping menjalankan tugas sebagai seorang manajer sekolah. Begitu juga ketika masa tugas tambahan berakhir maka statusnya kembali menjadi guru murni dan kembali mengajar di sekolah.
Pada tataran praktis implementasi kedua Kepmen tersebut tidak berjalan mulus. Banyak daerah yang tidak memperdulikannya. Kepmen 0296/U/1996 yang berlaku saat pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara terpusat disiasati dengan memutihkan masa jabatan kepala sekolah setiap terjadi rotasi. Kepala Sekolah yang hampir habis masa jabatannya dirotasi dan masa jabatannya kembali ke nol tahun. Nasib Kepmen 162/U/2003 tidak jauh berbeda walaupun relatif lebih baik. Beberapa daerah sudah mulai melaksanakan Kepmen tersebut. Namun masih banyak yang belum merealisasikan permen tersebut karena benturan kepentingan dan sulitnya merubah kultur.Namun pada permendiknas no 28 tahun 2010 yaang akan diberlakukan tahun 2013 yang akan datang masa jabatan diperhitungkan secara komulatif sejak kepala sekolah tersebut diangkat dan tidak kembali nol wal aupun sudah mutasi ke sekolah lain sebagai kepala sekolah.
Periodisasi masa jabatan Kepala sekolah yang dilaksanakan secara konsisten dengan penilaian kinerja yang akuntabel serta transfaran akan mendorong peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Kepala Sekolah akan bekerja keras untuk meningkatkan prestasi sekolahnya sebagai bukti prestasi kinerjanya, sehingga masa jabatannya bisa diperpanjang atau mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi. Prestasi yang diraih sekolah-sekolah akan meningkatkan mutu pendidikan di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Keberhasilan pelaksanaan periodisasi masa jabatan kepala sekolah sangat tergantung pada akuntabilitas penilaian kinerja kepala sekolah. Penilaian yang berbau KKN tidak akan memberikan perubahan yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan. Penilaian harus dilakukan secara objektif, transfaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar