Kamis, 08 November 2012

TEORI-TEORI ILMU SOSIAL



UJIAN  TENGAH SEMESTER
NAMA  : SUSIYANTI 
NIM : G2G1 12 116
TEORI-TEORI  ILMU SOSIAL
KONSENTRASI ADMINISRASI PENDIDIKAN
SEMESTER 1
PPS  UNHALU

1.1.   Dasar-dasar pemikiran Rene  Descartes ( 1596 – 1650 ): [ Cogito  Ergo Sum ]   mengenai Rasionalisme :  
 Cogito  Ergo Sum  (Aku berpikir, maka aku ada) beranggapan bahwa pengetahuan dihasilkan oleh indra. Tetapi karena indra itu tidak dapat meyakinkan, bahkan mungkin pula menyesatkan, maka indra tidak dapat diandalkan. Yang paling bisa diandalkan adalah diri sendiri. Dengan demikian, inti rasionalisme adalah bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukan berasal dari pengalaman, melainkan dari pikiran.
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.

1.2.   Cogito Ergo Sum dijelaskan oleh William 2005) dalam buku “ Descartes, The Project of the Fure bahwa segala sesuatu pendapat perlu dipertanyakan yang mengembangkan metode keraguan.
Metode keraguan yang dikembangkan oleh Descartes Awalnya Descartes digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran Skolastik dalam menghadapi hasil-hasil ilmu positif renaissance. Aliran yang mengaku merujuk pada pemikiran Aristotelian ini mengandaikan segala sesuatu dipengaruhi ketakhayulan dan cenderung spekulatif. Jelas klaim ini amat bertolak belakang dengan pemikiran Aristoteles. Pasalnya, filsafat Aristoteles bertolak dari prinsip pertama ”substansi konkret”—sebuah prinsip fundamental yang abadi bertentangan dengan prinsip filsafat “ide” Plato. Descartes juga diresahkan oleh kepercayaan yang kuat kalangan gereja mengenai doktrin Anselmus bahwa dasar filasafat hanyalah iman, credo ut intelligam.
Kecemasan-kecemasan ini memantik Descartes untuk berikhtiar menemukan basis ”kebenaran” yang rasional dan sistematis, tidak spekulatif, juga tidak sekedar yakin.
Karena itu, ia memulai filsafatnya dengan terlebih dahulu meragukan segala sesuatu. Gejala-gejala yang nampak, ia ragukan semua. Ia ragu terhadap apa yang ia tangkap melalui inderawi. Sampai akhirnya ia menemukan yang pasti; sesuatu yang sama sekali tidak ia ragukan dan tidak bisa diragukan oleh siapapun, yaitu “saya sedang ragu”. “Saya sedang ragu” disebabkan karena “saya berpikir”. “Saya berpikir” merupakan suatu kebenaran karena tidak ada yang meragukan lagi. “Saya berpikir” adalah benar, karenanya pasti “ada”. Jika “saya berpikir” menjadi “ada”, maka kesimpulannya “saya berpikir, maka saya ada”. Cogito ergo sum.
Descartes menyebut keraguan itu sebagai “keraguan metodis universal”. Maksud kata “keraguan” disini bukan dalam arti kebingungan yang tak berkesudahan, melainkan mempertanyakan kembali kinerja akal budi. “Keraguan” dipraktekkan sebagai tahap awal menuju kepastian, menjaring yang benar dari yang salah, dan meretas jalan kepastian dari kemungkinan. Keraguan disebut juga sebagai “metodis” karena “keraguan” adalah cara penalaran mengungkap kebenaran secara reflektif-radikal-filosofis. Perjalanan menuju kebenaran ini mesti direntang tanpa batas sampai keraguan itu membatasi diri dengan menemukan kepastian yang “benar-benar pasti” dan ”pasti benar”. Karenanya, keraguan metodis, kata Descartes, mesti bersifat “universal”.

2.1.      Biografi, Karya Tulis dan karir Jhon Dewey yang meletakkan landasan Filsafah demokrasi dan ependidikan yang prakmatis untuk mempersiapkan SDM nya

Biografi dan Karir Jhon Dewey
John Dewey lahir di Burlington, Vermont tanggal 20 Oktober 1859,  sebagai anak seorang pemilik toko. Dewey adalah Bapak Pendidikan Amerika (Yusuf hadi, 2005), karirnya di bidang filosofi dimulai setelah lulus tahun 1879 Sesudah mendapat diploma ujian kandidat ia dua tahun menjadi guru. Tiga tahun kemudian ia menjadi mahasiswa lagi dan mendapat gelar Doktor dalam filsafat (1884). Ia diangkat menjadi dosen, lalu asisten profesor dan kemudian profesor diMichigan."
Pada tahun 1875 ia masuk Universitas Vremont, tetapi kehidupan kampus baginya sangat membosankan sampai ia berkenalan dengan gagasan –gagasan ilmiah modern termasuk evolusi.Setelah ia senior ia memilih mata kuliah filsafat. Ia masuk Universitas John Hopkins yang dua tahun kemudian meraih gelar doktor filsafat. Pada tahun 1884 Dewey pindah ke Universitas Chicago. Disamping sebagai profesor filsafat ia memimpin bagian pedagogik serta mendirikan sekolah percobaan."2 John Dewey mengajar filosofi di Universitas Michigan ( 1884 – 1888) dan Universitas Minnesota ( 1888 – 1889), sebelum pindah ke Universitas Chicago untuk melaksanakan tugas sebagai Ketua Jurusan Filosofi dan Pendidikan ( 1889 -1904 ). Sempat pula ia mengetuai Asosiasi pesikologi Amerika ( 1899 – 1900 ) dan paguyuban Filofis Amerika ( 1905 – 1906 ), serta mendirikan sekaligus memimpin Asosiasi Pengajar Perguruan Tinggi Amerika. Di Tahun 1930 ia pensiun dari jabatan – jabatan resmi, namun terus aktif berpolitik,berfilosofi, dan mendidik hingga wafatnya ( 1952 ) "3
Selain memberikan kuliah di negaranya sendiri, Dewey juga pernah menyampaikan ceramah-ceramah dan kuliahnya di negara-negara lain, seperti Tokyo. Peking, dan Nanking dari tahun 1919 sampai tahun 1921. Ia juga mengadakan survei pendidikan di Turki,Meksiko dan rusia. Ia meninggal pada tanggal 1 Juni di New York."4
           


            Adapun karya John Dewey , di antaranya adalah :
1.      School and Society ( 1899 )
2.      The Child and The Curriculum ( 1906 )
3.      Ethic ( 1908 ) : How We Think ( 1910 )
4.      Democracy and Education ( 1916 )
5.      Human Nature and Conduct (1922)
6.      Experience and Nature ( 1915 )
7.      The Quest For Certainty ( 1927 )
8.      Art as Experience ( 1934 )
9.      dan Knowing and The Known ( bersama Arthur Bentley 1949 ).5
John Dewey dianggap sebagai filsuf dan pembaharu pendidikan yang terbesar sepanjang abad ke 20. Gagasan-gagasannya dan pembaharuan-pembaharuan yang terilhami oleh gagasan-gagasannya dan pembaharuan-pembaharuan yang terilhami oleh gagasan-gagasan itu mempengaruhi teori dan praktik pendidikan diseluruh dunia.


2.2.       Dasar-dasar pemikiran Jhon Dewey mengenai Demokrasi dan Pendidikan
a.      Demokrasi
Menurut John Dewey demokrasi bukan hanya sekedar kebebasan dalam tindakan, Namun terutama kebebasan kecerdasan (freedom of intelligence). Oleh karena itu komitmen demokrasi untuk membebasan kecerdasan lebih fundamental daripada kebebasan dalam bertindak. Kebebasan kecerdasan hanya dapat tercapai apabila adanya distribusi yang merata di dalam masyarakat. dalam hal ini baik pemerintah maupun masyarakat dituntuk secara aktif dalam penciptaan kebebasan kecerdasan, karena tanpa adanya peran dari pemerintah dan masyarakat maka kebebasan kecerdasan tidak akan merata.
Dalam pemikiran john Dewey didalam Demokrasi harus ada persaudaraan, kebebasan dan kesetaraan. Persaudaraan adalah adanya penghargaan oleh masing-masing individu. kebebasaan merupakan kemerdekaan terhadap ikatan sosial yang terhindar dari anarki. Dan kesetaraan merupakan cerminan bahwa masyarakat telah memperoleh hak sebagai warga negara. Namun untuk mewujudkan persaudaraan (Kesatuan), kebebasan, dan kesetaraan yang sama terhadap masyarakat, hal tersebut akan sangat sulit untuk tercapai jika kita melihat terhadap karakter individu dan kelompok yang sama-sama ingin menunjukan exsistensinya sebagai masyarat sehingga sifat kelompokisme secara tidak langsung ada dalam masing-masing kelompok sehingga akan sulit mewujudkan persaudaraan dan kebebasan, apalagi jika demokrasi itu di terapkan di negara yang plural. dari segi kebebasan, apakah kebebasaan yang diberikan kepada kelompok merupakan kebebasaan yang bertanggung jawab dan tidak merugikan orang lain, kelompok atau organisasi. Semua hal tersebut baru akan terlaksana apabila sebuah organisasi (Negara) memiliki peraturan yang tegas, SDM pemerintah yang bersih dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan demokrasi.
Demokrasi dalam pendidikan menurut John Dewey, sebagai mana yang ditulis oleh H.B.Hamdani Ali, MA,M.Ed dari bukunya Frank Bowles"Essays on World Education" : 1969 : Bahwa realisasi dari suatu bentuk kehidupan sosial yang didalamnya , interest atau kepentingan saling masuk memsuki,dan dimana kemajuan dan penyesuaian kembali adalah merupakan pertimbangan yang penting, menjadikan suatu masyarakat demokrasi bertambah menarik daripada masyarakat-masyarakat lainnya, dan mempunyai tempat yang layak dalam pendidikan adalah kenyataan yang akrab.
Selanjutnya tentang konsep demokrasi dalam pendidikan sebagai mana juga yang ditulis oleh H.B.Hamdani Ali dari bukunya John Dewey Democracy and Education : 1964 .Jhon Dewey menyebutkan sebagai berikut :
Oleh karena pendidikan itu adalah proses masyarakat, dan banyak pula terdapat macam-macam masyarakat, maka suatu kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan mengandung suatu cita-cita utama dan istimewa. Dua pokok masalah yang dipilih, yang dengan itu dilakukan pengukuran terhadap nilai dari suatu bentuk kehidupan masyarakat, merupakan wadah dimana kepentingan-kepentingan dari suatu rombongan-rombongan lainnya. Suatu masyarakat yang tidak disenangi dalam kata lain, suatu masyarakat yang luar dan dalam membuat rintangan untuk terjadinya pergaulan yang bebas dan untuk terciptanya komunikasi timbal balik tentang pengalaman masing-masing warganya.
Suatu masyarakat yang membuat ketetapan untuk ikut serta dalam segala yang baik bagi semua anggotanya atas dasar persamaan hak dan yang menjamin adanya penyesuaian yang fleksibel dari lembaga-lembaga melalui suatu interaksi dengan berbagai bentuk kehidupan bersama ( masyarakat ) yang berbeda-beda dapatlah dikatakan masyarakat itu, masyarakat demokrasi.

b.      Pendidikan
Agar dapat memahami pendirian Dewey mengenai pendidikan dan pengajaran perlu diketahui tentang dasar-dasar pokok dari pandangan hidupnya yang meliputi beberapa teori diantaranya:
1.      Dasar pokok dari filsafatnya adalah teori evolusi Darwin yang mengatakan bahwasannya hidup ini dinamis tidak statis. Dari sini Dewey menarik kesimpulan bahwa letak puncak kemajuan itu tidak dapat diketahui terlebih dahulu, hal itu terletak dihari kemudian dan bergantung pada kemajuan masyarakat tiap masa.
2.      John Dewey merupakan penganut teori pragmatisme, benar tidaknya suatu teori tergantung pada berfaedah tidaknya teori bagi manusia dalam kehidupannya.sesuai dengan hal itu maka tujuan kita berfikir adalah memperoleh hasil fikir yang dapat membawa hidup kita lebih maju dan lebih berguna. Dan penilaian tentang benar tidaknya sesuatu tergantung pada guna atau manfaatnya untuk masyarakat serta kemajuan.
3.      Dalam kejiwaan, ia menganut teori behaviorisme (tingkah laku) yang berasumsi bahwa kehidupan jiwa digerakkan dari luar, tidak dari dalam. Tiap perbuatan atau tingkah laku manusia adalah reaksi (respons) atas rangsangan (stimulus) dari luar, dan perbuatan manusia itu selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut dasar-dasar diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Dewey pendidikan itu ialah memberikan kesempatan untuk hidup dan hidup adalah menyesuaikan diri dengan masyarakat. Kesempatan diberikan dengan jalan berbuat secara individu maupun kelompok untuk mendapatkan pengalaman sebagai modal berharga dalam berfikir kritis, serta produktif dan berbuat susila. sebenarnya pandangan-pandangan Dewey tentang pendidikan sukar diklasifikasikan kadang merupakan pengungkapan fakta, tetapi kadang ekspresi penilaian terhadap fakta. Dan fakta yang ia kemukakan ada tiga macam yaitu: hakekat manusia, masyarakat yang memiliki suatu sistem kelembagaan yang memiliki bagian-bagian yang saling bekerja sama, mengenai kondisi sekolah-sekolah.
Pandangan-pandangan John Dewey terhadap pendidikan secara umum pada dasarnya adalah upaya redefinisi pendidikan dan tujuan umum pendidikan. Definisi pendidikan menurut Dewey adalah proses dimana masyarakat mengenal diri. Dengan kata lain pendidikan merupakan proses agar masyarakat menjadi survival untuk menjadi kekal dan abadi. Secara khusus rekomendasi Dewey terhadap pendidikan mecakup dua hal diantaranya: Pertama. metode pendidikan. Menurut Dewey metode pendidikan adalah upaya menanamkan disiplin, tetapi bukan otoritas. Yang penting adalah mengontrol anak dari eksternal. Metode pengajaran dengan disiplin berarti seorang mengarahkan pelajaran dengan disiplin dengan cara: 1). Semua paksaan harus dibuang, 2). Agar dapat muncul minat, guru harus intim dengan kecakapan dan minat setiap murid, 3). Guru harus menciptakan situasi di kelas sehingga setiap orang turut berpartisipasi dalam proses belajar. Kedua. kurikulum. Rekomendasi Dewey berkaitan dengan kurikulum tergantung pada definisinya tentang pendidikan dan pandangannya tentang tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah meningkatkan lembaga-lembaga yang membentuk masyarakat. Sedangkan isi pendidikan adalah mata pelajaran yang memberikan impulse kepada anak didik. Isi tersebut meliputi menejemen dan pelaksanaan semua materi pelajaran.


III.       Perdebatan Silang pendapat antara Timur dan Barat menjadi kajian Ilmu social yang menarik saat ini
3.1.            Benturan Kebudayaan
               Tentang “Benturan Kebudayaan” mungkin  pernah mendengar atau membaca buku karya seorang Antropolog berjudul The Clash of Civilization. Buku ini dikarang oleh seorang Antropolog bernama Samuel P Huntington. Inti dari buku ini adalah bahwa suatu ketika akan datang masa dimana kebudayaan-kebudayaan yang satu akan saling bersaing dengan kebudayaan-kebudayaan yang lain. Persaingan ini akan menyebabkan benturan-benturan kebudayaan. Akibat dari benturan ini adalah munculnya satu kebudayaan pemenang, yang artinya kebudayaan-kebudayaan lain yang mengalami kekalahan akan tersingkir bahkan terhapus dari muka bumi. Dengan kata lain perang kebudayaan melahirkan sang pemenang yang akan menjajah bangsa lain dengan budayanya.
               Teori Benturan Peradaban yang dipaparkan oleh Samuel Huntington, menunjukkan bahwa para ahli teori Barat, dalam rangka menyukseskan dan memaksakan pandangan-pandangan mereka, mencanangkan perang antara peradaban dan kebudayaan Barat melawan peradaban dan kebudayaan bangsa-bangsa lain. Berbagai media massa Barat pun melancarkan propaganda luas terus menerus, menyerang nilai-nilai agama, kemanusiaan, dan nasionalisme, seperti perlawanan menentang penjajahan, perjuangan menegakkan keadilan, perdamaian dan sebagainya. Serangan propaganda ini dilakukan dengan metode-metode yang sangat halus, sehingga tidak terasa oleh masyarakat pada umumnya. Media-media ini, dalam berbagai film, berita dan laporan, secara tidak langsung, menyerang dan melecehkan kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa lain. Pelecehan terhadap kesucian-kesucian agama dan kehormatan nasional, termasuk diantara metode lain yang digunakan oleh media-media Barat, dengan tujuan merendahkan kesucian-kesucian tersebut dalam pandangan masyarakat umum.
Mas Itempoeti pernah memberikan ulasan menarik tentang “imperialisme budaya” melalui proses rekayasa sosial yang melibatkan dua lembaga sosial-budaya yaitu pendidikan dan media massa. Menurut beliau lembaga pendidikan dan media massa adalah dua alat yang sangat potensial untuk bisa mencetak manusia-manusia baru Indonesia yang bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar spesifikasi yang mereka tentukan.
Senjata budaya yang lain adalah teknologi, dengan mengangkat isu korelasi budaya dan tehnologi. Isu yang menciptakan opini bahwa setiap tehnologi itu menyimpan budaya yang khas. Dan, dimana saja teknologi itu masuk ke suatu negara, secara otomatis budayanya pun turut masuk ke dalamnya. Maka itu, kita dipaksa memilih dua pilihan; menerima teknologi dengan segenap budaya yang dikandungnya, atau sama sekali menolak secara mutlak teknologi berikut budayanya. Karena teknologi itu diperoleh dari dunia Barat, maka mau tidak mau budaya pun harus datang dari sana pula.
 “ Dari wacana di atas kita apat mengambil suatu kesimpulan bahwa benturan kebudayaan yang ada saat ini merupakan wacana yang telah menjadi realita yang harus kita hadapi karna Adanya kontak budaya barat dan timur tidak bisa terhindarkan dizaman globalisasi, hal ini akan menyebabkan terjadinya benturan-benturan yang menyebabkan masuknya pengaruh kebudayaan barat ke dalam tatanan hidup kita. kebudayaan lebih menyerupai bom kimia yang meledak di kegelapan malam yang tak seorangpun merasakannya. Namun, setelah ledakan itu terjadi beberapa saat, niscaya kita menyaksikan banyak orang yang wajah dan tangannya terluka parah. Perang kebudayaan berlangsung dalam bentuk seperti itu (ledakan bom kimia); secara tiba-tiba kita akan melihat akibat dan dampaknya secara jelas di sekolah-sekolah, jalan-jalan, organisasi, dan diberbagai pejuru tempat lainnya.
              

3.2.            Peradaban Universal ; Nekolim
   bahwa banyak kalangan berpendapat globalisasi itu pada dasarnya tidak lebih dari sekedar ekspansi kekayaan negara maju atau para kapitalis , bukan niatan tulus untuk berbagi kemakmuran dengan negara berkembang. Di sisi lain, jika tidak memiliki ketahanan ekonomi, maka negara berkembang akan dieksploitir oleh negara maju, baik secara langsung lewat lembaga-lembaga keuangannya ataupun lewat MNC (Multi National Companies). Hal inilah yang sejak tahun 1950-an diwaspadai Bung Karno sebagai model penjajahan baru, yang diistilahkan oleh beliau sebagai NEKOLIM (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Sebuah negara maju menguasai negara berkembang bukan lagi dalam bentuk penjajahan wilayah (koloni), tetapi dalam bentuk penjajahan ekonomi dan ideologi terutama faham sekuler. Meskipun ekspansi kapital menjalar ke seluruh penjuru dunia, namun tetaplah pusat-pusat keuangan global itu berada di tiga tempat: Amerika Utara, Eropa Barat, dan Asia Timur. Ironisnya ketiga tempat ini - terutama Eropa Barat dan Amerika Utara - dalam banyak hal menimbulkan (atau dibuat “seolah-olah” menimbulkan) friksi terhadap tatanan budaya dan nilai-nilai Islam. Bahkan Samuel Huttington dalam bukunya yang berjudul The Clash of Civilization membuat hipotesis akan adanya benturan peradaban antara Barat dan Islam.
Contoh mendasar Indonesia  merupakan sebuah Negara dengan kekayaan alam terlengkap di dunia. Isi perut negeri ini mengandung minyak, gas, batubara, dan panas bumi, yang merupakan sumber energi terpenting yang diperlukan dalam menggerakkan perekonomian. Di dalam   bumi Indonesia tersimpan berbagai jenis mineral, emas, perak, tembaga, bauksit, biji besi, mangan, nikel yang diperlukan umat manusia untuk mengembangkan kebudayaan dan peradabannya. Diatas lahan yang subur, tumbuh berbagai jenis tanaman seperti kelapa sawit, kakao, kopi,cengkeh, lada,labu, dll, yang merupaka komoditas penting perdagangan pangan.
Kekayaan alam berlimpah inilah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa, seperti Portugis, Inggris, dan Belanda, melakukan kolonialisme terhadap Indonesia 400 tahun yang silam. Diikuti Jepang yang melakukan penjajahan dalam bentuk yang lebih sadis, merampas kehormatan dan hak hidup bangsa Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, sumber daya alam bangsa ini kemudian menjadi incaran Negara adikuasa Amerika Serikat, dengan motivasi yang sama, yakni melakukan noe kolonialisme dan imperialism (nekolim). kesemuanya bertujuan mengeruk sebanyak-banyaknya kekayaan rempah-rempah,hasil perkebunan, pertambangan, minyak, gas, dan batubara untuk menopang industrialisasi dan kebudayaan mereka. Dengan praktek nekolim inilah Negara-negara Eropa, Jepang dan Amerika Serikat dapat mempertahankan dominasinya secara ekonomi dan politik hingga hari ini.
Untuk menyukseskan seluruh agenda nekolim di era modern seperti sekarang ini, kapitalis internasional menggunakan cara-cara yang lebih halus, yaitu membentuk pemerintahan boneka. Selanjutnya mengikat leher pemerintahan boneka tersebut dengan memaksakan berbagai perjanjian internasional. Seperti melakukan subversi terhadap UUD 1945 dan menggantikannya dengan UUD amandemen,mendikte seluruh proses pembuatan UU, perencanaan pembangunan,pelaksanaan pemerintahan, melalui lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank (WB), dan Asian Development Bank (ADB),agar sejalan dengan kepentingan kapitalis internasional.
Ribuan pengusaha di bidang investasi, keuangan, perdangangan dan infrastruktur dikerahkan dalam rangka melakukan eksploitasi kekayaan negeri ini. Perusahaan-perusahaan multinasional tersebut memperoleh hak penguasaan atas tanga secara luas.bahkan tanah-tanah rakyat tempat bertanam pangan dirampas untuk kepentingan investasi. Petani dan buruh diperlakukan tidak manusiawi, petani dengan cara contract farming yang mirip dengan tanam paksadi era colonial,dan buruh dengan system outsourching dan upah murah.
Ekploitasi “tanpa ampun” inilah yang menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar berbagai jenis mineral utama. Berada pada urutan ke-7 dalam produksi emas, 20 besar Negara produksi perak, posisi ke-4 dalam produksi tembaga di dunia, peringkat ke-2 dalam produksi nikel, dan eksportir timah terbesar di dunia. Di bidang energy Indonesia adalah eksportir batu bara kedua terbesar di dunia, net eksportir gas alam terbesar ke enam di dunia. Tidak hanya itu, Indonesia adalah negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia,produsen karet terbesar kedua di dunia, dan produsen minyak sawit (CPO) terbesar di dunia.secara keseluruhan, Indonesia berada dalam ranking teratas dalam produksi dan eksport berbagai komoditas perkebunan.
Namun apa dampaknya bagi Negara dan rakyat? Petani harus terusir dari lahan tmepat mereka menanam tanaman pangan. Sedangkan Indonesia, dalam rantai perdagangan internasioanal, hanya diposisikan sebagai penyedia bahan mentah. Akibat investasi yang hanya berorientasi sumber daya alam dan padat modal, Negara gagal membangun industry, pengangguran menjadi sangat tinggi, kelaparan dan kemiskinan terjadi diseluruh wilayah dimana perusahaan-perusahaan raksasa asing beroperasi. Dominasi dan ekspolitasi modal asing di Indonesia tampaknya belum berubah dalam 400 tahun terakhir.
3.3.            Apakah perbedaan akan selalu menimbulkan konflik? Jawabnnya tentu tidak..

Kita tahu globalisasi sekarang ini semakin merajalela saja, perkembangan tekhnologi dan media yang meningkat sangat berperan penting dalam suksesi kontak budaya antara satu dan yang lainnya. dalam hal ini baratlah yang memegang kendali arti penting globalisasi.
Pertaanyaan
Bagaimana agar bangsa ini mampu menghadapi tantangan di era globalisasi dan agar tidak ‘terjajah’ oleh kekuatan negara maju? Tentu saja jawaban tentu saja kita menanamkan dan praktekkan nilai-nilai budaya global seperti disebut dari Nurmahmudi Ismail (2004) dan Alex Inkeles (1983), berikut adalah nilai-nilai budaya global dan modern yang mesti kita anut jika kita ingin menjadi bangsa yang maju:
·          Orientasi pada iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
·           Efektif dan efisien.
·           Inovatif
·           Produktif.
·           Mobilitas tinggi.
·           Tepat waktu dan disiplin
·           Membuka diri pada hal-hal baru.
·           Melakukan segala sesuatu sesuai rencana.
Tanamkan dan praktekkan nilai-nilai budaya global seperti disebut di atas dalam tatanan budaya bangsa ini. Bila tidak. Bila tidak, maka bangsa ini hanya akan dipecundangi oleh negara-negara maju. Disini juga Para penganut agama agar menggali nilai-nilai universal yang dapat menstimulasinya untuk maju dan bersaing di pasar global karena sekali lagi esensi nilai budaya global yang memacu manusia untuk maju sama sekali tidak bertentangan dengan agama yang terpenting kita dapat menjaring sisi positif dari apa yang akn masuk dalam diri kita, dan karenanya bangsa ini tidak mesti menjadi sekuler.
Hal-hal yang wajib diperhatikan masyarakat dalam menghadapi perbedaan budaya  dan tak boleh dibiarkan seperti ini adalah, pertama, berjaga-jaga menghadapi serangan budaya. Kedua, menjaga iman. Ketiga, tidak melupakan musuh dan tidak mengabaikan terhadap permusuhannya.