UJIAN TENGAH SEMESTER
NAMA : SUSIYANTI
NIM : G2G1 12 116
TEORI-TEORI ILMU SOSIAL
KONSENTRASI
ADMINISRASI PENDIDIKAN
SEMESTER 1
PPS UNHALU
1.1.
Dasar-dasar
pemikiran Rene Descartes ( 1596 – 1650
): [ Cogito Ergo Sum ] mengenai Rasionalisme :
Cogito
Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada) beranggapan
bahwa pengetahuan dihasilkan oleh indra. Tetapi karena indra itu tidak dapat
meyakinkan, bahkan mungkin pula menyesatkan, maka indra tidak dapat diandalkan.
Yang paling bisa diandalkan adalah diri sendiri. Dengan demikian, inti
rasionalisme adalah bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukan berasal dari
pengalaman, melainkan dari pikiran.
Rasionalisme
atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan
fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai
kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam
hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus
sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun
begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada
masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa
manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada
rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang
antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya
Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai
adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan
iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak
seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius, rasionalisme
dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik
atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari
perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi),
adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
Pada pertengahan abad ke-20, ada
tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh
para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai
sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René
Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme
modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal
yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.
1.2.
Cogito
Ergo Sum dijelaskan oleh William 2005) dalam buku “ Descartes, The Project of
the Fure bahwa segala sesuatu pendapat perlu dipertanyakan yang mengembangkan
metode keraguan.
Metode keraguan yang dikembangkan oleh Descartes Awalnya Descartes
digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran Skolastik dalam menghadapi
hasil-hasil ilmu positif renaissance. Aliran yang mengaku merujuk
pada pemikiran Aristotelian ini mengandaikan segala sesuatu dipengaruhi
ketakhayulan dan cenderung spekulatif. Jelas klaim ini amat bertolak belakang
dengan pemikiran Aristoteles. Pasalnya, filsafat Aristoteles bertolak dari
prinsip pertama ”substansi konkret”—sebuah prinsip fundamental yang abadi
bertentangan dengan prinsip filsafat “ide” Plato. Descartes juga diresahkan
oleh kepercayaan yang kuat kalangan gereja mengenai doktrin Anselmus bahwa
dasar filasafat hanyalah iman, credo ut intelligam.
Kecemasan-kecemasan ini memantik Descartes untuk berikhtiar menemukan
basis ”kebenaran” yang rasional dan sistematis, tidak spekulatif, juga tidak
sekedar yakin.
Karena itu, ia memulai filsafatnya dengan terlebih dahulu meragukan
segala sesuatu. Gejala-gejala yang nampak, ia ragukan semua. Ia ragu terhadap
apa yang ia tangkap melalui inderawi. Sampai akhirnya ia menemukan yang pasti;
sesuatu yang sama sekali tidak ia ragukan dan tidak bisa diragukan oleh siapapun,
yaitu “saya sedang ragu”. “Saya sedang ragu” disebabkan karena “saya berpikir”.
“Saya berpikir” merupakan suatu kebenaran karena tidak ada yang meragukan lagi.
“Saya berpikir” adalah benar, karenanya pasti “ada”. Jika “saya berpikir”
menjadi “ada”, maka kesimpulannya “saya berpikir, maka saya ada”. Cogito
ergo sum.
Descartes menyebut keraguan itu sebagai “keraguan metodis universal”.
Maksud kata “keraguan” disini bukan dalam arti kebingungan yang tak
berkesudahan, melainkan mempertanyakan kembali kinerja akal budi. “Keraguan”
dipraktekkan sebagai tahap awal menuju kepastian, menjaring yang benar dari
yang salah, dan meretas jalan kepastian dari kemungkinan. Keraguan disebut juga
sebagai “metodis” karena “keraguan” adalah cara penalaran mengungkap kebenaran
secara reflektif-radikal-filosofis. Perjalanan menuju kebenaran ini mesti
direntang tanpa batas sampai keraguan itu membatasi diri dengan menemukan
kepastian yang “benar-benar pasti” dan ”pasti benar”. Karenanya, keraguan
metodis, kata Descartes, mesti bersifat “universal”.
2.1. Biografi, Karya Tulis dan karir
Jhon Dewey yang meletakkan landasan Filsafah demokrasi dan ependidikan yang
prakmatis untuk mempersiapkan SDM nya
Biografi dan
Karir Jhon Dewey
John Dewey lahir di Burlington,
Vermont tanggal 20 Oktober 1859, sebagai
anak seorang pemilik toko. Dewey adalah Bapak Pendidikan Amerika (Yusuf
hadi, 2005), karirnya di bidang filosofi dimulai setelah lulus tahun 1879 Sesudah
mendapat diploma ujian kandidat ia dua tahun menjadi guru. Tiga tahun kemudian
ia menjadi mahasiswa lagi dan mendapat gelar Doktor dalam filsafat (1884). Ia
diangkat menjadi dosen, lalu asisten profesor dan kemudian profesor
diMichigan."
Pada tahun 1875
ia masuk Universitas Vremont, tetapi kehidupan kampus baginya sangat
membosankan sampai ia berkenalan dengan gagasan –gagasan ilmiah modern termasuk
evolusi.Setelah ia senior ia memilih mata kuliah filsafat. Ia masuk Universitas
John Hopkins yang dua tahun kemudian meraih gelar doktor filsafat. Pada tahun
1884 Dewey pindah ke Universitas Chicago. Disamping sebagai profesor filsafat
ia memimpin bagian pedagogik serta mendirikan sekolah percobaan."2 John
Dewey mengajar filosofi di Universitas Michigan ( 1884 – 1888) dan Universitas
Minnesota ( 1888 – 1889), sebelum pindah ke Universitas Chicago untuk
melaksanakan tugas sebagai Ketua Jurusan Filosofi dan Pendidikan ( 1889 -1904
). Sempat pula ia mengetuai Asosiasi pesikologi Amerika ( 1899 – 1900 ) dan
paguyuban Filofis Amerika ( 1905 – 1906 ), serta mendirikan sekaligus memimpin
Asosiasi Pengajar Perguruan Tinggi Amerika. Di Tahun 1930 ia pensiun dari
jabatan – jabatan resmi, namun terus aktif berpolitik,berfilosofi, dan mendidik
hingga wafatnya ( 1952 ) "3
Selain
memberikan kuliah di negaranya sendiri, Dewey juga pernah menyampaikan
ceramah-ceramah dan kuliahnya di negara-negara lain, seperti Tokyo. Peking, dan
Nanking dari tahun 1919 sampai tahun 1921. Ia juga mengadakan survei pendidikan
di Turki,Meksiko dan rusia. Ia meninggal pada tanggal 1 Juni di New
York."4
Adapun karya John
Dewey , di
antaranya adalah :
1. School and
Society ( 1899 )
2. The Child and
The Curriculum ( 1906 )
3. Ethic ( 1908 )
: How We Think ( 1910 )
4. Democracy and
Education ( 1916 )
5. Human Nature
and Conduct (1922)
6. Experience and
Nature ( 1915 )
7. The Quest For
Certainty ( 1927 )
8. Art as
Experience ( 1934 )
9. dan Knowing and
The Known ( bersama Arthur Bentley 1949 ).5
John Dewey dianggap sebagai filsuf dan pembaharu
pendidikan yang terbesar sepanjang abad ke 20. Gagasan-gagasannya dan
pembaharuan-pembaharuan yang terilhami oleh gagasan-gagasannya dan
pembaharuan-pembaharuan yang terilhami oleh gagasan-gagasan itu mempengaruhi
teori dan praktik pendidikan diseluruh dunia.
2.2.
Dasar-dasar
pemikiran Jhon Dewey mengenai Demokrasi dan Pendidikan
a. Demokrasi
Menurut John Dewey demokrasi bukan hanya sekedar
kebebasan dalam tindakan, Namun terutama kebebasan kecerdasan (freedom of
intelligence). Oleh karena itu komitmen demokrasi untuk membebasan kecerdasan
lebih fundamental daripada kebebasan dalam bertindak. Kebebasan kecerdasan
hanya dapat tercapai apabila adanya distribusi yang merata di dalam masyarakat.
dalam hal ini baik pemerintah maupun masyarakat dituntuk secara aktif dalam
penciptaan kebebasan kecerdasan, karena tanpa adanya peran dari pemerintah dan
masyarakat maka kebebasan kecerdasan tidak akan merata.
Dalam pemikiran john Dewey didalam Demokrasi harus ada
persaudaraan, kebebasan dan kesetaraan. Persaudaraan adalah adanya penghargaan
oleh masing-masing individu. kebebasaan merupakan kemerdekaan terhadap ikatan
sosial yang terhindar dari anarki. Dan kesetaraan merupakan cerminan bahwa
masyarakat telah memperoleh hak sebagai warga negara. Namun untuk mewujudkan
persaudaraan (Kesatuan), kebebasan, dan kesetaraan yang sama terhadap
masyarakat, hal tersebut akan sangat sulit untuk tercapai jika kita melihat
terhadap karakter individu dan kelompok yang sama-sama ingin menunjukan
exsistensinya sebagai masyarat sehingga sifat kelompokisme secara tidak
langsung ada dalam masing-masing kelompok sehingga akan sulit mewujudkan
persaudaraan dan kebebasan, apalagi jika demokrasi itu di terapkan di negara
yang plural. dari segi kebebasan, apakah kebebasaan yang diberikan kepada
kelompok merupakan kebebasaan yang bertanggung jawab dan tidak merugikan orang
lain, kelompok atau organisasi. Semua hal tersebut baru akan terlaksana apabila
sebuah organisasi (Negara) memiliki peraturan yang tegas, SDM pemerintah yang
bersih dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan demokrasi.
Demokrasi dalam pendidikan menurut John
Dewey, sebagai mana yang ditulis oleh H.B.Hamdani Ali, MA,M.Ed dari bukunya
Frank Bowles"Essays on World Education" : 1969 : Bahwa
realisasi dari suatu bentuk kehidupan sosial yang didalamnya , interest atau
kepentingan saling masuk memsuki,dan dimana kemajuan dan penyesuaian kembali
adalah merupakan pertimbangan yang penting, menjadikan suatu masyarakat
demokrasi bertambah menarik daripada masyarakat-masyarakat lainnya, dan
mempunyai tempat yang layak dalam pendidikan adalah kenyataan yang akrab.
Selanjutnya tentang konsep demokrasi
dalam pendidikan sebagai mana juga yang ditulis oleh H.B.Hamdani Ali dari
bukunya John Dewey Democracy and Education : 1964 .Jhon Dewey
menyebutkan sebagai berikut :
Oleh karena pendidikan itu adalah
proses masyarakat, dan banyak pula terdapat macam-macam masyarakat, maka suatu
kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan mengandung suatu cita-cita
utama dan istimewa. Dua pokok masalah yang dipilih, yang dengan itu dilakukan
pengukuran terhadap nilai dari suatu bentuk kehidupan masyarakat, merupakan
wadah dimana kepentingan-kepentingan dari suatu rombongan-rombongan lainnya.
Suatu masyarakat yang tidak disenangi dalam kata lain, suatu masyarakat yang
luar dan dalam membuat rintangan untuk terjadinya pergaulan yang bebas dan
untuk terciptanya komunikasi timbal balik tentang pengalaman masing-masing
warganya.
Suatu masyarakat yang membuat ketetapan
untuk ikut serta dalam segala yang baik bagi semua anggotanya atas dasar
persamaan hak dan yang menjamin adanya penyesuaian yang fleksibel dari
lembaga-lembaga melalui suatu interaksi dengan berbagai bentuk kehidupan
bersama ( masyarakat ) yang berbeda-beda dapatlah dikatakan masyarakat itu,
masyarakat demokrasi.
b.
Pendidikan
Agar dapat memahami pendirian Dewey mengenai pendidikan dan
pengajaran perlu diketahui tentang dasar-dasar pokok dari pandangan hidupnya
yang meliputi beberapa teori diantaranya:
1. Dasar pokok dari filsafatnya adalah
teori evolusi Darwin yang mengatakan bahwasannya hidup ini dinamis tidak statis.
Dari sini Dewey menarik kesimpulan bahwa letak puncak kemajuan itu tidak dapat
diketahui terlebih dahulu, hal itu terletak dihari kemudian dan bergantung pada
kemajuan masyarakat tiap masa.
2. John Dewey merupakan penganut teori
pragmatisme, benar tidaknya suatu teori tergantung pada berfaedah tidaknya
teori bagi manusia dalam kehidupannya.sesuai dengan hal itu maka tujuan kita
berfikir adalah memperoleh hasil fikir yang dapat membawa hidup kita lebih maju
dan lebih berguna. Dan penilaian tentang benar tidaknya sesuatu tergantung pada
guna atau manfaatnya untuk masyarakat serta kemajuan.
3. Dalam kejiwaan, ia menganut teori
behaviorisme (tingkah laku) yang berasumsi bahwa kehidupan jiwa digerakkan dari
luar, tidak dari dalam. Tiap perbuatan atau tingkah laku manusia adalah reaksi
(respons) atas rangsangan (stimulus) dari luar, dan perbuatan
manusia itu selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut dasar-dasar diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa menurut Dewey pendidikan itu ialah memberikan kesempatan
untuk hidup dan hidup adalah menyesuaikan diri dengan masyarakat. Kesempatan
diberikan dengan jalan berbuat secara individu maupun kelompok untuk
mendapatkan pengalaman sebagai modal berharga dalam berfikir kritis, serta
produktif dan berbuat susila. sebenarnya pandangan-pandangan Dewey tentang
pendidikan sukar diklasifikasikan kadang merupakan pengungkapan fakta, tetapi
kadang ekspresi penilaian terhadap fakta. Dan fakta yang ia kemukakan ada tiga
macam yaitu: hakekat manusia, masyarakat yang memiliki suatu sistem kelembagaan
yang memiliki bagian-bagian yang saling bekerja sama, mengenai kondisi
sekolah-sekolah.
Pandangan-pandangan John Dewey
terhadap pendidikan secara umum pada dasarnya adalah upaya redefinisi
pendidikan dan tujuan umum pendidikan. Definisi pendidikan menurut Dewey adalah
proses dimana masyarakat mengenal diri. Dengan kata lain pendidikan merupakan
proses agar masyarakat menjadi survival untuk menjadi kekal dan abadi.
Secara khusus rekomendasi Dewey terhadap pendidikan mecakup dua hal diantaranya:
Pertama. metode pendidikan. Menurut Dewey metode pendidikan adalah upaya
menanamkan disiplin, tetapi bukan otoritas. Yang penting adalah mengontrol anak
dari eksternal. Metode pengajaran dengan disiplin berarti seorang mengarahkan
pelajaran dengan disiplin dengan cara: 1). Semua paksaan harus dibuang, 2).
Agar dapat muncul minat, guru harus intim dengan kecakapan dan minat setiap
murid, 3). Guru harus menciptakan situasi di kelas sehingga setiap orang turut
berpartisipasi dalam proses belajar. Kedua. kurikulum. Rekomendasi Dewey
berkaitan dengan kurikulum tergantung pada definisinya tentang pendidikan dan
pandangannya tentang tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah meningkatkan
lembaga-lembaga yang membentuk masyarakat. Sedangkan isi pendidikan adalah mata
pelajaran yang memberikan impulse kepada anak didik. Isi tersebut meliputi
menejemen dan pelaksanaan semua materi pelajaran.
III. Perdebatan Silang pendapat antara
Timur dan Barat menjadi kajian Ilmu social yang menarik saat ini
3.1.
Benturan
Kebudayaan
Tentang “Benturan Kebudayaan” mungkin pernah mendengar
atau membaca buku karya seorang Antropolog berjudul The Clash of
Civilization. Buku ini dikarang oleh seorang Antropolog bernama Samuel
P Huntington. Inti dari buku ini adalah bahwa suatu ketika akan datang masa
dimana kebudayaan-kebudayaan yang satu akan saling bersaing dengan
kebudayaan-kebudayaan yang lain. Persaingan ini akan menyebabkan
benturan-benturan kebudayaan. Akibat dari benturan ini adalah munculnya satu
kebudayaan pemenang, yang artinya kebudayaan-kebudayaan lain yang mengalami
kekalahan akan tersingkir bahkan terhapus dari muka bumi. Dengan kata lain
perang kebudayaan melahirkan sang pemenang yang akan menjajah bangsa lain
dengan budayanya.
Teori
Benturan Peradaban yang dipaparkan oleh Samuel Huntington, menunjukkan bahwa
para ahli teori Barat, dalam rangka menyukseskan dan memaksakan
pandangan-pandangan mereka, mencanangkan perang antara peradaban dan kebudayaan
Barat melawan peradaban dan kebudayaan bangsa-bangsa lain. Berbagai media massa
Barat pun melancarkan propaganda luas terus menerus, menyerang nilai-nilai
agama, kemanusiaan, dan nasionalisme, seperti perlawanan menentang penjajahan,
perjuangan menegakkan keadilan, perdamaian dan sebagainya. Serangan propaganda
ini dilakukan dengan metode-metode yang sangat halus, sehingga tidak terasa
oleh masyarakat pada umumnya. Media-media ini, dalam berbagai film, berita dan
laporan, secara tidak langsung, menyerang dan melecehkan kebudayaan dan peradaban
bangsa-bangsa lain. Pelecehan terhadap kesucian-kesucian agama dan kehormatan
nasional, termasuk diantara metode lain yang digunakan oleh media-media Barat,
dengan tujuan merendahkan kesucian-kesucian tersebut dalam pandangan masyarakat
umum.
Mas Itempoeti pernah memberikan ulasan menarik tentang “imperialisme
budaya” melalui
proses rekayasa sosial yang melibatkan dua lembaga sosial-budaya yaitu
pendidikan dan media massa. Menurut beliau lembaga pendidikan dan media massa
adalah dua alat yang sangat potensial untuk bisa mencetak manusia-manusia baru
Indonesia yang bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar spesifikasi yang
mereka tentukan.
Senjata budaya yang lain adalah teknologi, dengan mengangkat
isu korelasi budaya dan tehnologi. Isu yang menciptakan opini bahwa setiap
tehnologi itu menyimpan budaya yang khas. Dan, dimana saja teknologi itu masuk
ke suatu negara, secara otomatis budayanya pun turut masuk ke dalamnya. Maka
itu, kita dipaksa memilih dua pilihan; menerima teknologi dengan segenap budaya
yang dikandungnya, atau sama sekali menolak secara mutlak teknologi berikut
budayanya. Karena teknologi itu diperoleh dari dunia Barat, maka mau tidak mau
budaya pun harus datang dari sana pula.
“ Dari wacana di atas kita apat mengambil
suatu kesimpulan bahwa benturan kebudayaan yang ada saat ini merupakan wacana
yang telah menjadi realita yang harus kita hadapi karna Adanya kontak budaya barat dan timur
tidak bisa terhindarkan dizaman globalisasi, hal ini akan menyebabkan
terjadinya benturan-benturan yang menyebabkan masuknya pengaruh kebudayaan
barat ke dalam tatanan hidup kita. kebudayaan lebih menyerupai bom kimia yang
meledak di kegelapan malam yang tak seorangpun merasakannya. Namun, setelah
ledakan itu terjadi beberapa saat, niscaya kita menyaksikan banyak orang yang
wajah dan tangannya terluka parah. Perang kebudayaan berlangsung dalam bentuk
seperti itu (ledakan bom kimia); secara tiba-tiba kita akan melihat akibat dan
dampaknya secara jelas di sekolah-sekolah, jalan-jalan, organisasi, dan
diberbagai pejuru tempat lainnya.
3.2.
Peradaban
Universal ; Nekolim
bahwa banyak kalangan berpendapat globalisasi
itu pada dasarnya tidak lebih dari sekedar ekspansi kekayaan negara maju atau para
kapitalis , bukan niatan tulus untuk berbagi kemakmuran dengan negara
berkembang. Di sisi lain, jika tidak memiliki ketahanan ekonomi, maka negara
berkembang akan dieksploitir oleh negara maju, baik secara langsung lewat
lembaga-lembaga keuangannya ataupun lewat MNC (Multi National Companies). Hal
inilah yang sejak tahun 1950-an diwaspadai Bung Karno sebagai
model penjajahan baru, yang diistilahkan oleh beliau sebagai NEKOLIM
(Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Sebuah negara maju menguasai negara
berkembang bukan lagi dalam bentuk penjajahan wilayah (koloni), tetapi dalam
bentuk penjajahan ekonomi dan ideologi terutama faham sekuler. Meskipun ekspansi kapital menjalar ke seluruh penjuru dunia,
namun tetaplah pusat-pusat keuangan global itu berada di tiga tempat: Amerika
Utara, Eropa Barat, dan Asia Timur. Ironisnya ketiga tempat ini - terutama
Eropa Barat dan Amerika Utara - dalam banyak hal menimbulkan (atau dibuat
“seolah-olah” menimbulkan) friksi terhadap tatanan budaya dan nilai-nilai
Islam. Bahkan Samuel Huttington dalam bukunya yang berjudul The
Clash of Civilization membuat hipotesis akan adanya
benturan peradaban antara Barat dan Islam.
Contoh mendasar Indonesia merupakan sebuah Negara dengan kekayaan alam
terlengkap di dunia. Isi perut negeri ini mengandung minyak, gas, batubara, dan
panas bumi, yang merupakan sumber energi terpenting yang diperlukan dalam
menggerakkan perekonomian. Di dalam bumi Indonesia tersimpan
berbagai jenis mineral, emas, perak, tembaga, bauksit, biji besi, mangan, nikel
yang diperlukan umat manusia untuk mengembangkan kebudayaan dan peradabannya.
Diatas lahan yang subur, tumbuh berbagai jenis tanaman seperti kelapa sawit,
kakao, kopi,cengkeh, lada,labu, dll, yang merupaka komoditas penting
perdagangan pangan.
Kekayaan alam berlimpah inilah yang mendorong bangsa-bangsa
Eropa, seperti Portugis, Inggris, dan Belanda, melakukan kolonialisme terhadap
Indonesia 400 tahun yang silam. Diikuti Jepang yang melakukan penjajahan dalam
bentuk yang lebih sadis, merampas kehormatan dan hak hidup bangsa Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, sumber daya alam bangsa ini kemudian menjadi incaran
Negara adikuasa Amerika Serikat, dengan motivasi yang sama, yakni melakukan noe
kolonialisme dan imperialism (nekolim). kesemuanya bertujuan mengeruk
sebanyak-banyaknya kekayaan rempah-rempah,hasil perkebunan, pertambangan,
minyak, gas, dan batubara untuk menopang industrialisasi dan kebudayaan mereka.
Dengan praktek nekolim inilah Negara-negara Eropa, Jepang dan Amerika Serikat
dapat mempertahankan dominasinya secara ekonomi dan politik hingga hari ini.
Untuk menyukseskan seluruh agenda nekolim di era modern
seperti sekarang ini, kapitalis internasional menggunakan cara-cara yang lebih
halus, yaitu membentuk pemerintahan boneka. Selanjutnya mengikat leher
pemerintahan boneka tersebut dengan memaksakan berbagai perjanjian
internasional. Seperti melakukan subversi terhadap UUD 1945 dan menggantikannya
dengan UUD amandemen,mendikte seluruh proses pembuatan UU, perencanaan
pembangunan,pelaksanaan pemerintahan, melalui lembaga keuangan internasional
seperti IMF, World Bank (WB), dan Asian Development Bank (ADB),agar sejalan
dengan kepentingan kapitalis internasional.
Ribuan pengusaha di bidang investasi, keuangan, perdangangan
dan infrastruktur dikerahkan dalam rangka melakukan eksploitasi kekayaan negeri
ini. Perusahaan-perusahaan multinasional tersebut memperoleh hak penguasaan
atas tanga secara luas.bahkan tanah-tanah rakyat tempat bertanam pangan
dirampas untuk kepentingan investasi. Petani dan buruh diperlakukan tidak
manusiawi, petani dengan cara contract farming yang mirip dengan tanam
paksadi era colonial,dan buruh dengan system outsourching dan upah
murah.
Ekploitasi “tanpa ampun” inilah yang menjadikan Indonesia
sebagai penghasil terbesar berbagai jenis mineral utama. Berada pada urutan
ke-7 dalam produksi emas, 20 besar Negara produksi perak, posisi ke-4 dalam
produksi tembaga di dunia, peringkat ke-2 dalam produksi nikel, dan eksportir
timah terbesar di dunia. Di bidang energy Indonesia adalah eksportir batu bara
kedua terbesar di dunia, net eksportir gas alam terbesar ke enam di dunia.
Tidak hanya itu, Indonesia adalah negara produsen kakao terbesar ketiga di
dunia,produsen karet terbesar kedua di dunia, dan produsen minyak sawit (CPO)
terbesar di dunia.secara keseluruhan, Indonesia berada dalam ranking teratas
dalam produksi dan eksport berbagai komoditas perkebunan.
Namun apa dampaknya bagi Negara dan rakyat? Petani harus
terusir dari lahan tmepat mereka menanam tanaman pangan. Sedangkan Indonesia,
dalam rantai perdagangan internasioanal, hanya diposisikan sebagai penyedia
bahan mentah. Akibat investasi yang hanya berorientasi sumber daya alam dan
padat modal, Negara gagal membangun industry, pengangguran menjadi sangat
tinggi, kelaparan dan kemiskinan terjadi diseluruh wilayah dimana
perusahaan-perusahaan raksasa asing beroperasi. Dominasi dan ekspolitasi modal
asing di Indonesia tampaknya belum berubah dalam 400 tahun terakhir.
3.3.
Apakah
perbedaan akan selalu menimbulkan konflik? Jawabnnya tentu tidak..
Kita tahu globalisasi sekarang ini semakin merajalela saja,
perkembangan tekhnologi dan media yang meningkat sangat berperan penting dalam
suksesi kontak budaya antara satu dan yang lainnya. dalam hal ini baratlah yang
memegang kendali arti penting globalisasi.
Pertaanyaan
Bagaimana agar
bangsa ini mampu menghadapi tantangan di era globalisasi dan agar tidak
‘terjajah’ oleh kekuatan negara maju? Tentu saja jawaban tentu saja kita menanamkan
dan praktekkan nilai-nilai budaya global seperti disebut dari Nurmahmudi Ismail
(2004) dan Alex Inkeles (1983), berikut adalah nilai-nilai budaya global dan
modern yang mesti kita anut jika kita ingin menjadi bangsa yang maju:
·
Orientasi pada iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
·
Efektif dan efisien.
·
Inovatif
·
Produktif.
·
Mobilitas tinggi.
·
Tepat waktu dan
disiplin
·
Membuka diri pada
hal-hal baru.
·
Melakukan segala
sesuatu sesuai rencana.
Tanamkan dan
praktekkan nilai-nilai budaya global seperti disebut di atas dalam tatanan
budaya bangsa ini. Bila tidak.
Bila tidak, maka bangsa ini hanya akan dipecundangi oleh negara-negara maju. Disini
juga Para penganut agama agar menggali nilai-nilai universal yang dapat
menstimulasinya untuk maju dan bersaing di pasar global karena sekali lagi esensi
nilai budaya global yang memacu manusia untuk maju sama sekali tidak
bertentangan dengan agama yang terpenting kita dapat menjaring sisi positif
dari apa yang akn masuk dalam diri kita, dan karenanya bangsa ini tidak mesti
menjadi sekuler.
Hal-hal yang wajib diperhatikan masyarakat dalam menghadapi
perbedaan budaya dan tak boleh dibiarkan
seperti ini adalah, pertama, berjaga-jaga menghadapi serangan
budaya. Kedua, menjaga iman. Ketiga, tidak
melupakan musuh dan tidak mengabaikan terhadap permusuhannya.