TUGAS AKHIR
KEPEMIMPINAN
DAN PERILAKU ORGANISASI
(STUDI
KASUS MOTIVASI ORGANISASI )
O L E H
KELAS : A
SUSIYANTI ANA
PUSPITA
G2G1 12 117
Studi Kasus Konflik
dan Motivasi
Motivasi
adalah sebuah alasan atau dorongan seseorang untuk bertindak. Orang yang tidak
mau bertindak sering kali disebut tidak memiliki motivasi. Alasan atau dorongan
itu bisa datang dari luar maupun dari dalam diri. Sebenarnya pada dasarnya
semua motivasi itu datang dari dalam diri, faktor luar hanyalah pemicu
munculnya motivasi tersebut. Motivasi dari luar adalah motivasi yang pemicunya
datang dari luar diri kita. Sementara meotivasi dari dalam ialah motivasinya
muncul dari inisiatif diri kita.
Pada dasarnya
motivasi itu hanya dua, yaitu untuk meraih kenikmatan atau menghindari dari
rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi motivasi kenikmatan maupun
motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita memikirkan uang supaya kita tidak
hidup sengsara, maka disini alasan seseorang mencari uang untuk menghindari
rasa sakit. Sebaliknya ada orang yang mengejar uang karena ingin menikmati
hidup, maka uang sebagai alasan seseorang untuk meraih kenikmatan.
Terdapat 9
Teori Motivasi, yaitu :
Teori Abraham
H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,
yaitu :
1)
kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti :
rasa lapar, haus, istirahat dan sex,
2)
kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti
fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual,
3)
kebutuhan akan kasih sayang (love needs),
4)
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status dan ,
5)
aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need
for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip
oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“
Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi,
atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan
hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang
berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
(1) sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat,
(2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya dan,
(3) menginginkan
umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan
mereka yang berprestasi rendah.
Teori Clyton Alderfer
(Teori “ERG)
Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence
(kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan
pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna tiga
istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki
kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung
makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa
:
Ø Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya
Ø Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
Ø Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.
Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan
ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi
Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut
Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau
pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan
organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem
imbalan yang berlaku.
Salah satu
tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan
dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang,
apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
Teori
Keadilan
Inti teori
ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa
imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan
berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Teori
penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni :
(1)
tujuan-tujuan mengarahkan perhatian,
(2)
tujuan-tujuan mengatur upaya
(3)
tujuan-tujuan meningkatkan persistensi dan
(4)
tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif
tentang penetapan tujuan
Teori
Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H.
Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu
teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi
merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan
dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang
bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Teori
Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai
teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai
model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan
persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya
pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam
kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang
ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Teori
Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik
tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam
arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus
menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti
menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah
apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang
individu .
Menurut model
ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
(a) persepsi
seseorang mengenai diri sendiri,
(b) harga
diri,
(c) harapan
pribadi,
(d) kebutuhaan,
(e) keinginan,
(f) kepuasan
kerja,
(g) prestasi
kerja yang dihasilkan.
Sedangkan
faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis
dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c)
organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem
imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
A. Dinamika Konflik
Timbulnya konflik atau pertentangan
dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan
informasi yang tidak menemui sasarannya. Suatu pemahaman akan konsep dan
dinamika konflik telah menjadi bagian vital dalam studi perilaku
organisasional, oleh karena itu perlu untuk dipahami dengan baik.
Pada
hakikatnya, konflik merupakan suatu pertarungan menang atau kalah antara
kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingan satu sama lain dalam
organisasi, atau dapat dikatakan juga bahwa konflik adalah segala macam
interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak yang
terkait.
Adapun
mengenai jenis-jenis konflik, ada beberapa orang yang mengelompokan konflik
menjadi sebagai berikut :
- Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (person role conflict).
- Konflik antar peranan (inter-role conflict), yaitu persoalan yang timbul akibat seseorang yang menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan.
- Konflik yang timbul karena seserorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender conflict)
- Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender conflict).
Selain
pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang
dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yaitu:
- Konflik dalam diri individu
- Konflik antar individu
- Konflik antar individu dan kelompok
- Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama.
- Konflik antar organisasi.
Konflik
organisasional timbul karena ada beberapa sumbernya, dan berbagai sumber utama
konflik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
- Kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas
- Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan
- Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja
- Perbedaan nilai-nilai atau persepsi
- Kemendungan organisasional
- Gaya-gaya individual
Individu-individu
dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang
menyebabkan konflik. Secara lebih konsepsual Litterer mengemukakan empat
penyebab konflik organisasional, antara lain:
- Suatu situasi di mana tujuan-tujuan tidak sesuai
- Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai
- Suatu masalah ketidak tepatan status
- Perbedaan persepsi
Di
dalam suatu organisasi terdapat empat bidang struktural, dan di bidang itulah
konflik sering terjadi, yaitu:
- Komflik hiarkis, adalah konflik antara berbagai tingkatan organisasi
- Konflik fungsional, adalah konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi
- Konflik lini-staf, adalah konflik antara lini dan staf
- Konflik formal informal, adalah konflik antara organisasi formal dengan organisasi informal
Secara
tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana
dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan yaitu:
- Konflik dapat dihindarkan
- Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau dan primadona
- Bentuk-bentuk wewenang legalistik
- Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakkan.
Apabila
keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antara
anggota organisasi itu makin parah sehingga konsensus sulit dicapai, sehingga
konflik tak terelakkan, dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai
tindakan tetapi harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu:
- Menggunakan kekuasaan
- Kronfontasi
- Kompromi
- Menghaluskan situasi
- Pengunduran diri
Bila
dilihat sekilas memang sepertinya konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan
diselesaikan, tetapi dalam hal ini jangan beranggapan bahwa dengan adanya
konflik berarti organisasi tersebut telah gagal, karena bagaimanapun sulitnya
suatu konflik pasti dapat diselesaikan oleh para anggota dengan persoalan serta
mendudukannya pada proporsi yang wajar.
B. Teori Motivasi
Motivasi
adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Jadi
motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi merupakan hal yang dapat
dismpulkan adanya karena suatu perilaku yang tampak. Motivasi merupakan masalah
yang kompleks dalam organisasi karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota
organisasi berbeda-beda dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda
pula.
Motivasi
dapat ditimbulkan baik oleh faktor internal maupun eksternal tergantung dari
mana suatu kegiatan dimulai.
Kebutuhan
dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internal.
Begitu juga dalam suatu organisasi, setiap individu akan mempunyai kebutuhan
dan keinginan yang berbeda dan unik. Penggolongan motivasi internal yang dapat
diterima secara umum belum mendapat kesepakatan para ahli, namun demikian para
psikolog menyetujui bahwa motivasi internal dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
- Motivasi fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah (biologis) seperti lapar, haus, seks.
- Motivasi psikologis, yang dapat dikelompokan dalam tiga kategori dasar, yaitu:
·
Motivasi
kasih sayang (affectional motivation), yaitu motivasi untuk menciptakan
dan memelihara kehangatan, keharmonisan, dan lain-lain.
·
Motivasi
mempertahankan diri (ego-defensive motivation), yaitu motivasi untuk
melindungi kepribadian dan mendapatkan kebanggaan diri
·
Motivasi
memperkuat diri (ego-bolstering motivation), yaitu motivasi untuk
mengembangkan kepribadian, berprestasi, dan lain-lain.
Teori
motivasi eksternal menjelaskan kekuatan-kekuaan yang ada di dalam individu yang
dipengaruhi faktor-faktor intern. Untuk itu, teori motivasi eksternal tidak
mengabaikan teori motivasi internal, tetapi justru mengembangkannya. Teori
motivasi eksternal ada yang positif dan pula yang negatif. Dlam hal ini ada
sebuah teori dari mc Gregor yang dikenal dengan tori X dan teori Y, yang akan
membantu menjelaskan teori motivasi eksternal.
Teori
tradisional mengenai kehidupan organisasi banyak diarahkan dan dikendalikan
oleh teori X. Adapun anggapan-anggapan yang mendasari teori tersebut adalah:
- Rata-rata para pekerja itu malas, tidak suka bekerja
- Karena pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa, dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi
- Rata-rata para pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung jawab, ambisi yang kecil, dan lain-lain.
Tetapi
pada kenyataannya teori X tidak dapat menjawab seluruh fakta yang ada dan
terjadi di dalam organisasi. Oleh karena itu perlu ada teori yang lain yang
mungkin dapat menjawabnya, yaitu teori Y, anggapan-anggapan dari teori Y antara
lain sebagai berikut:
- Usaha fisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah kodrat manusia, sama halnya dengan bermain atau beristirahat
- Rata-rata manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak tidak hanya menerima tetapi mencari tanggung jawab
- Ada kemampuan yang besar dalam kecerdikan, kreativititas dan daya imajinasi untuk memecahkan masalah-maslah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan
- Pengendalian ekstern dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan tersebut
- Keterikatan pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena prestasinya
- Organisasi seharusnya memberikan kemungkian orang untuk mewujudkan potensinya, dan tidak hanya digunakan sebagian.
Motivasi
dapat dipandang sebagai prose psikologis dasar yang terdiri atas berbagai
kebutuhan, dorongan dan tujuan. Pendekatan hubungan manusiawi pada umumnya
tidak menyadari pentingnya proses psikologis tersebut. Pandangan itu terutama
didasarkan atas tiga asumsi sebagai berikut:
- Personalia terutama dimotivasi secara ekonomis dan perasaan aman serta kondisi kerja yang baik
- Pemenuhan ketiga hal itu akan mempunyai pengaruh positif pada semangat kerja mereka
- Ada korelasi positif antara semangat kerja dan produktivitas
Dengan
ketiga asumsi tersebut, diharapkan masalah motivasional yang dihadapi manajemen
relatif mudah dipecahkan dan diselesaikan.
Dalam
kenyataanya pendekatan hubungan manusiawi tidak sepenuhnya berjalan dalam
praktek, telah terbukti bahwa pendekatan ini terlalu sederhana dalam memecahkan
masalah-masalah motivasional kompleks yang dihadapi manajemen. Sejalan dengan
perkembangan masalah-masalah manusiawi yang mulai meningkat,
keterbatasan-keterbatasan pendekatan hubungan manusiawi mulai tampak.
Pada
tahun 1943 telah terjadi suatu pengembangan teori motivasi manusia yang sangat
terkenal yang dilakukan oleh Abraham Maslow seorang psikolog. Konsep teorinya
menjelaskan suatu hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) yang menunjukan
adanya lima lingkaran keinginan dan kebutuhan manusia. Secara lebih terinci
kelima kebutuhan manusia yang membentuk hirarki kebutuhan adalah:
- Kebutuhan fisiologis (phisiological needs) seperti lapar, haus, perumahan, dan lain-lain.
- Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan atau pun pemecatan
- Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, rasa persahabatan dan kasih sayang
- Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi
- Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan pemenuhan diri, untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri dan melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaan sendiri.
Selain
teori motivasi di atas masih ada teori motivasi yang lain antara lain teori
motivasi prestasi (achievement motivation) yang didasarkan pada kekuatan
yang ada di dalam manusia, teori ini dikembangan oleh Mc Clelland melalui riset
empiris. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dianggap mempunyai motivasi
prestasi yang tinggi, apabila dia mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih
baik daripada yang lain dalam banyak situasi. Mc Clelland memusatkan
perhatiannya pada tiga kebutuhan manusiawi, yaitu:
- Kebutuhan prestasi (need for achievement)
- Kebutuhan afiliasi (need for affiliation)
- Kebutuhan kekuasan (need for power)
C. Contoh Kasus
Contoh
yang tepat diberikan sebagai konflik dalam organisasi dapat dilihat dari
konflik yang tak henti-hentinya mendera Partai Demokrat. Partai pemenang Pemilu
2009 ini pada awalnya memegang teguh prinsip anti erhadap korupsi. Namun,
lambat laun satu persatu kader partainya tersandung kasus korupsi. Ini sudah
menjadi salah satu contoh konflik antara individu dengan kelompok organisasi.
Disaat partai lain sibuk membangun kekuatan internal untuk meraup suara dan
meraih posisi tertinggi, Demokrat justru tak jemu menciptakan konflik
berkepanjangan. Entah teori manajemen konflik seperti apa yang sedang
dijalankan partai ini. Yang pasti, konflik ini justru menghilangkan simpati
para pemilih. Ada empat poin konflik yang ditulis oleh Muhammad Risky Hamzar,
antara lain:
- Ketika SBY meminta menteri untuk sibuk mengurusi politik, Jero Wacik malah menabrak instruksi itu dengan komentarnya terhadap kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum
- Saat SBY meminta Partai politik untuk mengurangi kegaduhan politik, Partainya justru terpecah belah, sehingga membuat Presiden SBY terpaksa merangkap jabatannya dan mengambil alih jalannya Partai
- SBY pun dihadapkan pada dua pilihan, memecat Anas Urbaningrum atau mempertahankannya, dengan resiko yang sama besarnya, sehingga kosentrasi dalam mengurus negara terpecah belah
- SBY sebagai panglima anti korupsi harus membuka mata, bahwa namanya saat ini dikotori oleh orang-orang yang beliau percaya. Sangat ironis ketika orang-orang dekat Presiden justru tersandung kasus korupsi
Dengan
segala konflik tersebut, Partai Demokrat harus terus bertahan dengan
motivasi-motivasi yang membangun kekuatan antar kader partai untuk memenuhi
kebutuhan prestasi, kebutuhan afiliasi, kebutuhan kekuasan seperti yang dikemukakan
oleh Mc Clelland.