LESSON STUDY DALAM PENGEMBANGAN
PROFESIONALITAS
TENAGA PENDIDIK
Oleh : SUSIYANTI
Abstrak
Lesson Study dalam pengembangan profesionalitas
tenaga pendidik merupakan proses pembelajaran secara kolaboratif dan
berkelanjutan oleh sekelompok guru. Tujuan utama Lesson Study: (1) memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar;
(2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya
dalam melaksanakan pembelajaran;(3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis
melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana
seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Lesson Study
dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis MGMP. Lesson
Study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, yang terdiri dari: perencanaan
(plan); pelaksanaan (do); refleksi (check); dan tindak lanjut (act).
Kata kunci
: Lesson Study, kolaboratif, profesionalitas.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidik memainkan peran yang
signifikan dalam membentuk masa depan bangsa. Pendidik tidak hanya
memberi keterampilan dan pengetahuan tetapi mereka juga merupakan pendidik,
pengarah, pendamping, fasilitator, dan panutan bagi peserta didik. Mereka
menanamkan nilai-nilai sosial dan moral melalui kata dan perbuatan, baik
didalam kelas maupun diluar kelas. Mereka memberikan kepada peserta didik
keterampilan belajar, kemampuan berpikir, dan keterampilan hidup agar nantinya
peserta didik dapat menjadi anak bangsa yang akan banyak memberi kontribusi
terhadap ibu pertiwi. Sistem pendidikan sebaik apapun, tidak akan banyak
berarti apa-apa, tanpa upaya terbaik dari para pendidik. Peran dasar bagi
pendidik adalah menciptakan ruang kelas yang sangat menarik bagi peserta
didiknya. Peserta didik harus merasa nyaman dengan pendidik sehingga bilamana
peserta didik ingin mencari bantuan dalam bentuk apapun, mereka tidak merasa
ragu-ragu dan pada saat yang sama, pendidik harus mendorong peserta
didik.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20, tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga
Pendidikan, Pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran dengan merencanakan perbaikan dan
program pengayaan, melaksanakan program perbaikan dan pengayaan, melakukan
konseling dan pelatihan, serta melakukan pengembangan profesional. Selain itu, Gray (2007) menekankan bahwa
setiap peserta didik dalam proses belajar abad 21 dituntut untuk menjadi
pemikir kritis, pemecah masalah, inovator, komunikator yang efektif,
kolaborator yang efektif, dan pembelajar mandiri. Dalam kaitan ini, the
Partnership for the 21st Century Skills telah mengembangkan
suatu visi baru untuk keberhasilan peserta didik dalam jangkauan global, yang
berhubungan dengan keterampilan, keaksaraan, dan kesadaran. Apa yang peserta
didik perlukan dalam kelas mereka, yaitu penguasaan keterampilan teknologi
informasi, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis dan kreatif,
keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi yang efektif, keterampilan
interpersonal, dan keterampilan memberikan alasan. Selain itu, mereka juga
memerlukan pemahaman multikultural dan multibahasa, serta kesadaran global.
Semua keterampilan, keaksaraan dan kesadaran yang mereka perlukan, selain mata
pelajaran inti, akan membuat dampak yang besar pada proses cara peserta didik
belajar atau pada cara pendidik mengajar.
Peningkatan mutu
pendidikan dapat dimulai dengan meningkatkan mutu guru dalam mengajar dan
berprilaku profesional. Berbagai penataran dan pelatihan guru menjadi salah
satu bentuk dari upaya tersebut. Akan tetapi, seringkali hal itu tidak membekas
dalam keseharian aktivitas guru. Hal inilah yang mendasari perlunya perbaikan
yang menitikberatkan kepada kondisi riil di lapangan, mulai dari kondisi di
kelas, sekolah, dan guru. Upaya perbaikan terus menerus harus dimulai dari
bawah dan tidak hanya tuntutan dari atas.
Salah satu model
pembinaan guru untuk mencapai kualitas pembelajaran di sekolah adalah Lesson
Study. Lesson Study adalah ”model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar”
(Hendayana dkk, 2006 : 10). Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan
(merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi).
Dalam istilah lain, Lesson Study merupakan cara peningkatan mutu pendidikan
yang tidak pernah berakhir.
Lesson Study
bukan metode atau strategi pembelajaran tetapi merupakan suatu kegiatan
merencanakan, melaksanakan, dan merefleksi proses dan hasil pembelajaran
terkait bidang ilmu. Dalam pola LS pendidik bekerja dalam kelompok sebidang
untuk merancang, melaksanakan, mengamati, menganalisis, dan merevisi rancangan
pembelajaran. Kegiatan LS berkulminasi pada terwujudnya dua produk yaitu: (a)
rencana pembelajaran yang rinci, jelas dan dapat diterapkan dengan efektif, (b)
tinjauan mendalam mengenai interaksi pembelajaran yang memuat penjelasan
tentang bagaimana peserta didik merespon pembelajaran, dan bagaimana guru
memodifikasi rencana proses pembelajaran atas dasar hasil refleksi dan
bukti-bukti yang dikumpulkan langsung dalam proses pembelajaran. Cerbin dan
Kopp (2005) menyebutkan bahwa pendidik yang terlibat dalam kegiatan
pembelajaran dengan pola LS secara langsung mempraktikkan empati kognitif (cognitive
emphaty) dan memfasilitasi peserta didik untuk aktif belajar dan berpikir
dengan lebih jelas.
Dalam lesson study bukan hanya guru yang melaksanakan
pembelajaran saja yang dapat memetik manfaat, namun terlebih lagi para observer
(guru lain/mitra, mahasiswa, dosen dan pihak-pihak lain) yang hadir pada saat
pembelajaran. Dengan mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang
guru, observer didorong untuk merefleksikan pembelajaran yang dilaksanakannya
dan bagaimana meningkatkan kualitasnya. Oleh karena itu, lesson study
sesungguhnya merupakan forum belajar bersama untuk saling belajar dari
pengalaman guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pentingnya
pengalaman “belajar dari orang lain” dan pengalaman nyata bagaimana orang lain
melakukan pembelajaran sudah sering diungkapkan dalam berbagai literatur.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa guru sulit sekali
berubah (Davis, 2003) dan bahwa mahasiswa calon guru lebih banyak belajar dari
bagaimana mereka diajar oleh para dosennya dan bukan dari apa yang dipaparkan
dosen tentang cara mengajar yang baik (Mellado, 1998). Karena lesson study
merupakan sumber contoh-contoh nyata tentang bagaimana melakukan pembelajaran,
partisipasi sebagai observer dalam lesson study atau mengamati rekaman video
lesson study dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan
mahasiswa calon guru.
Lesson Study,
yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik
pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa
sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung
dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik
pembelajaran konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana
guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered),
dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak
memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran
siswa. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran
konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah,
terutama di kalangan guru yang tergolong pada kelompok laggard
(penolak perubahan/inovasi). Dalam hal ini, Lesson Study tampaknya
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya
perubahan dalam praktik pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh
lebih efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Lesson
Study suatu Pola Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut
Suyanto (2008), profesionalisme dan kreativitas pendidik ditandai dengan
adanya kemampuan dalam bekerjasama dengan koleganya untuk: 1) mendeterminasi
tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dengan mempertimbangkan
apakah tugas siswa termasuk masalah penting atau hanya sekedar latihan, 2)
mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok kooperatif yang ditandai oleh
heterogenitas intelektual, gender, dan keragaman budaya dalam rangka mengembangkan
kemampuan bekerjasama pada siswa, 3) mengembangkan strategi pembelajaran yang
berorientasi pada kegiatan inkuiri terbimbing seperti model siklus belajar,
model kooperatif, penyelesaian masalah, 4) merancang pembelajaran berbasis
penyelesaian masalah agar siswa belajar dengan melakukan dan saling
membantu satu sama lain, 5) menggunakan konsep dan proses sebagai konteks untuk
melatih siswa menulis deskriptif atau essay, melibatkan mereka dalam diskusi
lisan, menghubungkan data dengan teori-teori ilmiah, dan menyelesaikan
masalah dengan menggunakan alasan logis dan matematis.
Salah satu pola yang efektif dalam upaya mengembangkan
profesionalisme pendidik adalah Lesson Study. Pola ini pertamakali
dikembangkan di Jepang dan sekarang telah diadopsi dan diujicoba di beberapa
negara lain termasuk di Indonesia. Lesson study merupakan suatu pendekatan
peningkatan kualitas pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. Di
negara tersebut, kata atau istilah itu lebih populer dengan sebutan
“jugyokenkyu” (Yoshida, 1999 dalam Lewis, 2002). Menurut istilah bahasa
Indonesia bisa disebut juga sebagai “studi pembelajaran” atau “kaji
pembelajaran”. Menurut Wang-Iverson (2002) kata “lesson” meliputi tidak
hanya deskripsi mengenai apa yang akan diajarkan dalam jangka waktu tertentu,
tetapi meliputi hal-hal yang jauh lebih luas.
Lesson
study (LS) telah diakui sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan saling belajar dengan menguntungkan
(mutual learning) untuk membangun komunitas belajar (Juanda dkk,
2010; Muhtar, 2006).
Lesson
study dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan dengan berbagai metode
pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang
dihadapi guru. Penerapan LS dapat dipadukan dengan penelitian tindakan kelas
(PTK) bagi guru bahkan penelitian tindakan sekolah (PTS) bagi kepala sekolah
dan pengawas pendidikan. LS dapat memberikan kontribusi positif terhadap
peningkatan kompetensi pendidik, terutama yang terkait dengan pengetahuan
tentang materi pelajaran, pengetahuan proses pengajaran, pengetahuan riset,
kapasitas mengamati siswa, menghubungkan praktik sehari-hari dengan tujuan
jangka panjang, motivasi, hubungan dengan kolega dan saling membantu, komitmen,
serta akuntabilitas (Hajranul dan Hendayana, 2010).
Menurut
Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki
4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil
tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson
Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri
kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru
dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.
Secara
ringkas, gambaran umum dan tujuan utama Lesson Study serta hubungannya
dengan empat kompetensi guru menurut Depdiknas (2008) diperlihatkan dalam
tabel di bawah ini.
Gambaran
umum Lesson Study
|
Tujuan
Umum Lesson Study
|
Kegiatan kolaborasi dalam tahapan
Lesson Study termasuk:
·
Merencanakan pembelajaran berdasarkan tujuan
dan perkembangan peserta didik
·
Mengobservasi proses pembelajaran untuk
mendapatkan data dan informasi tentang aktivitas belajar peserta didik
·
Menggunakan data hasil observasi untuk
melakukan refleksi pembelajaran secara mendalam dan luas
·
Memperbaiki perencanaan untuk topik yang
sama atau berbeda untuk diterapkan pada kelas lain
|
Meningkatkan kompetensi pendidik
yang meliputi:
Kompetensi Profesional
·
Meningkatnya pengetahuan tentang materi ajar
Kompetensi Pedagogik
·
Meningkatnya pengetahuan tentang pembelajaran
·
Meningkatnya kemampuan mengobservasi aktivitas
belajar peserta didik
·
Memperkuat hubungan antara pelaksanaan
pembelajaran sehai-hari dengan tujuan jangka panjang
·
Meningkatnya kualitas rencana pembelajaran
Kompetensi Sosial
·
Memperkuat hubungan kolegialitas
Kompetensi Kepribadian
·
Meningkatnya motivasi dan semangat kerja
|
Sementara
itu Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari
Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa
sekolah di Jepang, yaitu:
1.
Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson
study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama
yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan
yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa,
pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa,
pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa
dalam belajar, dan sebagainya.
2.
Materi pelajaran yang penting. Lesson study
memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi
titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
3.
Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang
paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran
yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya
dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa
melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan
dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju
pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah
supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
4.
Observasi pembelajaran secara langsung.
Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study.
Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa
tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video,
namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan
melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran
akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun
dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan
hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang,
Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi
guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk
dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu
yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang
tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang
arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir
siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang
hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari
para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar
tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah
pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan
keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui
pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa
yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya
dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students”
(kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat
(obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan
jelas.
Sementara itu, menurut Lesson Study Project
(LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study,
diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat
memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat
mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan
sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan
pangkat maupun sertifikasi guru.
Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study
Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6
orang saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang
berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya
sebagai decision maker di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson
Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting
dan tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata
pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula
mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap
pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi.
Lesson study pada hakikatnya merupakan aktivitas
siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis dalam pendidikan.
Siklus LS diasjikan pada Gambar diagram dibawah ini.
Pada
gambar jelas bahwa proses kegiatan dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan
riset, dan kegiatan refleksi pasca observsi pembelajaran. Aktivitas kegaitan
dapat dilakukan berulang-ulang untuk meneliti tema yang sama atau mengembangkan
penelitian dengan tema yang berbeda.
2. Tahapan-Tahapan
Lesson Study
Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson
Study ini, dijumpai beberapa pendapat. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson
Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act
(PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson
Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do)
dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University
of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
1.
Form a Team:
membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan
pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
2.
Develop Student Learning Goals: anggota tim
memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson
Study.
3.
Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain
pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para
siswa akan merespons.
4.
Gather Evidence of Student Learning: salah
seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan
pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
5.
Analyze Evidence of Learning: tim
mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa
6.
Repeat the Process: kelompok merevisi
pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan
tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing
atas temuan-temuan yang ada.
Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran
Slamet Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA), di bawah
ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson
Study :
a.
Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study
berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi
dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana
belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang
akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama
pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan.
Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang
harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah
perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup
mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan
pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap
akhir pembelajaran.
b.
Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati
atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun
bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota
atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah,
atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai
pengamat/observer)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan
pelaksanaan, diantaranya:
a)
Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang
telah disusun bersama.
b)
Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran
dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang
disebabkan adanya program Lesson Study.
c)
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat
tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu
konsentrasi guru maupun siswa.
d)
Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap
interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya,
dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan
disusun bersama-sama.
e)
Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang
berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
f)
Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video
camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis
lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses
pembelajaran.
g)
Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar
siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi
siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan,
terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa.
Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang
tercantum dalam RPP.
c.
Tahapan Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting
karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari
ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk
diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala
sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian
kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan
komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang
dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam
menjalankan RPP yang telah disusun. Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan
tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam
menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang
diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai
pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi
seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses
pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki
catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.
d.
Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau
keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran,
baik pada tataran individual, maupun menajerial. Pada tataran individual,
berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi
dalam tahapan refleksi (check)
tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar
maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.
3. Bentuk
-Bentuk Kegiatan Lesson study
Lesson study di Indonesia saat ini dilaksanakan dalam
dua bentuk.
1.
Lesson study berbasis musyawarah guru mata
pelajaran (LS MGMP)
Program lesson study dilaksanakan dengan cara
menggabungkan semua guru-guru yang memiliki bidang study yang sama dari
beberapa sekolah dalam satu zona/rayon/gugus yang sama kemudian disepakai hari
pertemuan rutin setiap minggunya. Saat open class yang menjadi guru model
secara ditunjuk secara bergantian dan peserta MGMP yang lain menjadi observer.
2.
Lesson study berbasis sekolah (LSBS)
Bentuk lesson study berbasis sekolah
diterapkan pada sebuah sekolah tertentu saja. Sekolah ini menentukan hari
tertentu dalam satu minggu untuk melaksanakan program lesson study ini.
Saat open class yang menjadi guru model adalah salah satu guru mata pelajaran
yang mengajar di sekolah tersebut dan yang menjadi observernya adalah
seluruh guru yang berada di sekolah tersebut walau pun berbeda mata
pelajarannya. Ini dilaksanakan rutin setiap minggunya dan dilakukan secara
bergantian oleh seluruh guru mata pelajaran yang mengajar disekolah tersebut.
4. Kegiatan Lesson
Study Terhadap Perubahan Budaya Mengajar guru
Pelaksanaan lesson Study mampu menciptakan dampak yang
positif terhadap perubahan budaya mengajar guru diantaranya adalah :
1.
Terbangunnya komunikasi antar sesama guru. Lesson study
mendorong terjadinya interaksi dan komunikasi secara kolegial. Ini menciptakan
rasa tanggung jawab bersama dalam memecahkan permasalahan seputar kesulitan
belajar.
2.
Kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran
yang lebih detil dan beroreintasi pada upaya pembimbingan siswa.
3.
Posisi atau setting kelas yang tidak lagi pola
konvensional. Pola pembelajaran Lesson study mempengaruhi cara pengelolaan
kelas ke arah model belajar kelompok. Pengaturan temapat duduk dengan model
kelompok hampir menjadi kekhasaan dan budaya guru mengajar.
4.
Terbukanya wawasan guru menggali berbagai macam metode
dan tekhnik pembelajran di kelas. Dengan lesson study guru lebih
memahami tugasnya untuk mengaktifkan siswanya dengan berani mencoba dengan
berbagai metode dan tekhnik pembelajaran. Hal ini mengubah buadaya guru
yang selama ini cenderung berceramah menjadi harus menyesuaikan dengan situasi
kelas dan membiasakan siswa untuk mulai berani presentasi di depan kelas.
5.
Terbangunnya guru dalam kreasi dan mencipta media
pembelajaran. Sebelum open class guru mempersiapkan media pembelajaran
seoptimal mungkin agar dapat meningkatkan perhatian, pemahaman dan partisipasi
siswa dalam belajar. Semakain guru dapat berkreasi dan berinovasi untuk
menyediakan media yang unik, menarik dan menantang, akan menggerakkan
siswa dalam belajar dan memudahkan dalam pengelolaan kelas
6.
Tersedianya data base siswa yang sering mengalami
kesulitan belajar dan membutuhkan penagan khusus. Saat open classs guru dapat
lebih optimal dapat mengamati terhadap siwa yang megalami kesulitan.
5. Kegiatan Lesson
Study Terhadap Perubahan Sikap Guru
Dampak pelaksananaan lesson study akan membentuk
sikap guru sebagai berikut :
1.
Semangat mengkritik diri sendiri” merupakan
salah satu nilai yang dikembangkan dalam lesson study (bahas Jepangnya hansei),
yaitu melakukan refleksi secara jujur untuk memperbaiki kekurangan diri
sendiri. Pada akhir setiap jam pembelajaran atau akhir jam sekolah, akhir
minggu, akhir semester dilakukan refleksi diri (hansei). Peserta didik
melakukan hansei dengan mengajukan pertanyaan, seperti: Apakah saya sudah mencoba
dengan sekuat tenaga?”, “Apakah saya ingat materi apa yang harus saya bawa ke
sekolah sepanjang minggu ini”, “ Apakah saya sudah melakukan perbuatan berdasar
cinta kasih ke teman-teman saya” , “ Apa yang masih perlu saya perbaiki?”.
Pelaksanaan refleksi yang dilakukan peserta didik dan guru itu bersifat
menular. Orang yang mendengarkan hasil refleksi orang lain hakikatnya akan
mulai menanyai diri sendiri juga, apakah dia telah melakukan yang terbaik yang
harus dilakukan. Kebiasaan melakukan refleksi diri merupakan salah satu
kunci pendukung pelaksanaan lesson study (dan pembaruan pendidikan di Jepang).
2.
Keterbukaan terhadap masukan yang diberikan oleh
orang lain. Berbagai pengalaman melalui lesson study merupakan suatu hal yang
perlu dipelajari karena biasanya guru merasa malu bila proses pembelajaran
dilihat oleh orang lain. Bahkan, terjadi seorang guru jatuh sakit gara-gara
harus melakukan peer teaching. Oleh karena itu, guru yang dapat melaksanakan
lesson study adalah guru yang mau “ belajar sepanjang hayat” dan mau memperoleh
masukan dari orang lain.
3.
Guru pelaksana lesson study mengedepankan sikap mau
mengakui kesalahan. Perubahan akan terjadi bila orang mau menyediakan waktu dan
upaya untuk melakukan perubahan karena mungkin didalamnya akan ada
kesalahan-kesalahan. Sebagai manusia tidak luput dari kesalahan, guru jarang
melaksanakan pembelajaran secara sempurna. Melalui lesson study guru
berkesempatan secara pelan-pelan memperbaiki dan menyempurnakan pembelajaran
yang dilakukan dan sekaligus membangun budaya sekolah yang bersifat pada
inquiri dan perbaikan. Jadi, guru dapat belajar dari pembelajaran yang kurang
sempurna setelah merancang, melaksanakan dan mendiskusikan pembelajaran
tersebut.
4.
Bersikap terbuka terhadap ide orang lain, tidak
berusaha mencari hasil pemikiran sendiri yang “asli” atau “murni” yang
terpenting adalah hasil pemikiran itu dapat menggalakkan peserta didik untuk
belajar. Kuncinya yakni bagaimana membelajarkan peserta didik agar terbantu
dalam belajar daripada mencari “ide murni (ide sendiri)” pelaksanaan
pembelajaran yang mungkin kurang tepat membelajarkan peserta didik. Oleh karena
itu, dalam lesson study guru tidak berangkat dari nol, tetapi memulai dari yang
sudah ada, yang dilakukan orang dan memaksimalkan diri pada bagaimana dapat
meningkatkan secara berkesinambungan proses dan isi pembelajarannya.
5.
Guru mau memberikan masukan secara jujur dan penuh
respek. Sikap ini perlu dikembangkan oleh guru yang terlibat dalam lesson
study. Mereka secara bersama-sama harus mencari cara agar terhindar dari dua
hal yang ekstrim, yaitu “happy talk” (dimana orang malu untuk tidak sepakat
atau untuk mengkritik) dan “harping” (dimana orang merasa dan bertindak
sedemikian seolah-olah ego mereka bergantung pada atau akan naik bila
mereka dapat menjatuhkan atau mempermalukan orang lain).
MASALAH-MASALAH
DALAM IMPLEMENTASI LESSON STUDY SEBAGAI SUATU INOVASI PENDIDIKAN
Pelaksanaan Lesson Study
melibatkan berbagai pihak-pihak yang terkait, tidak hanya guru, tetapi pihak
dinas kependidikan, dosen dan mahasiswa. Dari beberapa pengalaman yang
dilaksanakan di Indonesia, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul mulai dari
sumber daya manusia, sarana prasarana, atau kebijakan teknis. Berikut ini akan
dipaparkan tentang masalah-masalah yang teridentifikasi berkaitan dengan
pelaksanaan Lesson Study sebagai suatu Inovasi dalam Pendidikan (Hendayana
dkk., 2006).
Faktor Sumber Daya
Manusia
Lesson
Study adalah sebuah kegiatan kolaborasi dengan inisiatif pelaksanaan idealnya
datang dari Kepala Sekolah bersama guru. Siapa yang terlibat dalam Lesson Study
tergantung model Lesson Study yang digunakan. Jika yang digunakan adalah Lesson
Study berbasis sekolah maka yang terlibat adalah guru-guru dan kepala sekolah
pada suatu sekolah. Sedangkan jika Lesson Study berbasis KKG atau MGMP, maka
yang dilibatkan guru-guru dalam suatu gugus kerja, misalnya untuk guru sekolah
dasar dalam suatu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan. Dalam
pelaksanaannya, berbagai pihak dari dinas terkait, termasuk pengawas juga dapat
dilibatkan. Sementara untuk pertimbangan ahli dapat melibatkan dosen dan
mahasiswanya sebagai sarana pembelajaran dan latihan di lapangan.
Berdasarkan
hal tersebut, salah satu faktor kesuksesan Lesson Study sebagai inovasi dalam
pendidikan adalah bagaimana pihak-pihak yang disebutkan di atas dapat bertemu,
menggagas bersama-sama dan kemudian melaksanakan kegiatan Lesson Study. Hal ini
terutama bagi guru dan kepala sekolah sebagai ujung tombak inovasi. Tentunya
pihak sekolah perlu didorong oleh kebijakan serta didukung oleh tenaga ahli
dari universitas. Beberapa masalah yang terjadi dalam pelakanaan Lesson Study
berkaitan dengan sumber daya manusianya adalah :
1.
Belum seragamnya pemahaman tentang Lesson Study. Terjadinya
kesenjangan dalam memahami kegiatan Lesson Study dapat menimbulkan beda
pendapat, seperti apakah munculnya ide inovasi dalam pembelajaran harus dimulai
dari guru atau dari dosen. Pendapat pertama berimplikasi dosen tidak terlalu
aktif karena hanya memonitor dan mendapatkan laporan. Sementara pendapat yang
kedua, dosen lebih aktif mendorong inovasi dalam pembelajaran.
2.
Kesiapan kerja sama. Mungkin saja terjadi ketika memilih guru yang akan tampil
untuk mengujicobakan suatu inovasi pembelajaran. Guru yang akan tampil masih
dipersepsikan harus mempersiapkan segalanya, padahal itu dilakukan oleh tim
kerja semuanya. Guru yang tampil merasa menjadi pusat perhatian dan dinilai,
padahal fokus pelaksanan Lesson Study bukan kepada bagaimana guru mengajar
tetapi lebih difokuskan pada aktivitas siswa dalam merespon pembelajaran yang
dilakukan oleh guru.
3.
Koordonasi. Walaupun sudah melalui tahap sosilsisasi, secara teoritis
bahwa keinginan meningatkan mutu pembelajaran seharusnya keluar dari niat para
guru. Tapi mengingat berbagai kesibukan sekolah terkadang niat ini terlupakan,
terlebih sulitnya menentukan waktu yang pas agar semua pihak dapat terlibat.
Faktor
Sarana Prasarana
Dalam pelaksanaan Lesson Study, sarana yang dibutuhkan tidak
lah sulit karena kegiatan ini berbasis kegiatan sekolah sehingga tempat
pelaksanaan di lakukan di suatu sekolah. Yang diperlukan hanyalah ijin dari
pihak sekolah. Adapun yang sering menjadi kendala adalah justru biaya
operasional pelaksanaan Lesson Study, meliputi transport, alat-alat pembelajaran,
dan konsumsi pelaksanaan.
Akan tetapi,
sering terjadi kesulitan menentukan lokasi sekolah tempat pelaksanaan terutama
yang menunjang pelaksanaan Lesson Study. Ruang kelas sering tidak memadai untuk
dimasuki para observer dengan jumlah yang sedikit banyak. Alat-alat
pembelajaran yang bervariasi harganya tentunya membutuhkan alokasi dana khusus
yang teranggarkan.
Faktor
Kebijakan Teknis
Dari beberapa pengalaman pelaksanaan Lesson Studi di
Indonesia itu masih di dorong oleh proyek IMSTEP. Perguruan tinggi yang
membidani Lesson Study di Indonesia menjadi ujung tombak dalam
menyosialisasikan Lesson Study baik melalui seminar, maupun pengembangan
kegiatan di daerah yang lainnya.
Selama inisiatif dari sekolah sendiri masih kurang, maka
inisiatif dapat dimulai dari Dinas Pendidikan Daerah. Inisiatif ini sangat
penting untuk mendongkrak mutu pendidikan. Selama ini keberadaan KKG dan MGMP
belum optimal sebagai wadah peningkatan mutu guru. Dalam berbagai situasi,
tanpa ada kebijakan teknis dari dinas pelaksanaan Lesson Study sulit untuk terjadi.
UPAYA
UNTUK MENGATASI MASALAH
Mengingat pentingnya Lesson Study sebagai Inovasi Pendidikan,
maka perlu diupayakan usahan untuk mengatasi masalah-masalah yang telah
diungkapkan di atas. Menurut Roger (1993), suatu inovasi akan diterima dengan
cepat atau tidaknya bergantung kepada hal-hal berikut, yaitu :
1.
Keuntungan relatif, yaitu sejauhmana inovasi dianggap menguntungkan bagi
penerimanya, dari segi-segi : ekonomi, faktor status sosial, kesenangan atau
kepuasan.
2.
Kompatibel, yaitu tingkat kesessuian inovasi dengan nilai, pengalaman,
dan kebutuhan penerima.
3.
Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran utuk memahami dan menggunakan inovasi
bagi peneriman.
4.
Triabilitas, ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
5.
Dapat diamati, ialah mudah tidaknya suatu hasil inovasi.
Sementara keputusan suatu inovasi itu akan diadaptasi atau
tidaknya mengikuti 5 langkah, yaitu : (1) pengetahuan tentang inovasi, (2)
bujukan dan imbauan, (3) penetapan atau keputusan, (4) penerapan, dan (5)
konfirmasi. Berdasarkan asumsi teori tersebut, maka pelu ditinjau dari sudut
pandang mana masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan Lesson Study
sebagai inovasi pendidikan.
Masalah
Sumber Daya Manusia
Masalah sumberdaya manusia selalu menjadi hambatan dalam
setiap usaha inovasi, baik cara pandang, prilaku, kebiasaan atau peresepsi
tentang suatu inovasi. Oleh karena itu, dalam kasus pelaksanaa Lesson Study di
Indonesia faktor inisiatif dari guru dan sekolah maapun dinas terkait masih
kurang. Bebrapa hal yang dapat dilakuakan adalah :
1.
Mengintensifkan kegiatan-kegiatan ilmiah untuk menyebarkan
pengetahuan dan pengalaman pelaksanaan Lesson Study.
2.
Melibatkan guru-guru dalam kegiatan ilmiah tersebut.
3.
Mengembangkan model-model percontohan kegiatan Lesson Study.
4.
Meningkatkan partisipasi KKG dan MGMP dalam kegiatan Lesson
Study bahkan dapat dijadikan sebagai pelaksana di lapangan.
Masalah Sarana Prasarana
Sarana yang digunakan dalam kegiatan Lesson Study tidak lah
sulit untuk dicari. Hanya saja sulitnya mencari sekolah yang memiliki
kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan terutama di daerah. Biaya yang tidak
kalah pentingnya adalah biaya operasional kegiatan yang sering menjadi kendala
terutama jika kegiatan Lesson Study tidak berbasis proyek. Beberapa hal yang
dapat dialakukan untuk memecahkannya adalah :
1.
Mengembangkan komitmen dinas pendidikan untuk mengalokasikan
kegiatan Lesson Study
2.
Mengembangkan komitmen sekolah dalam mengalokasikan biaya
operasinal bagi guru yang terlibat dalam Lesson Study
3.
Pihak perguruan tinggi mengembangkan proyek-proyek Lesson
Study untuk diajukan pada lembaga-lembaga pemerintah atau internasional.
Masalah
Kebijakan Teknis
Kebijakan
pelaksanaan Lesson Study sudah direspon dengan baik oleh pemerintah pusat.
Hanya saja, pelaksana program pendidikan tingkat daerah belum semuanya
mengadaptasi Lesson Study sebagai sebuah inovasi. Padahal kebijakan teknis
tingkat daerah sangat dibutuhkan untuk mendorong sekolah-sekolah. Oleh karena
itu, perlu usaha sosialisasi dan persuasi yang lebih intensif dengan pemerintah
daerah.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kegiatan lesson study memberikan nuansa yang berdampak
yang positif terhadap perubahan sikap dan budaya guru dalam mengajar disekolah.
Melalui tahapan-tahapan lesson study mulai dari plan, do, see, check dan
act memunculkan interaksi dan
komunikasi antar guru dan rasa tanggung jawab bersama. Terjadi diskusi
yang matang dalam perencanaan pembelajaran saat plan, kemudian mengamati jalannya
proses pembelajaran saat do, dan merefleksi tentang kelemahan-kelemahan saat
pelaksaan do serta mencari solusinya.
Perubahan budaya juga terjadi pada guru dalam mengajar
melalui lesson study seperti mampu membangun komunikasi sesama guru,
merancang perencanaan pembelajaran yang beroreintasi pada siswa, setting kelas
yang sudah tidak selalu konvensional, bervariasinya metode mengajar guru,
penggunaan media pembelajaran yang optimal, mengetahui sekumpulan data siswa
yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran sehingga mudah dalam mencarikan
jalan keluarnya.
Lesson study
juga mampu menimbulkan perubahan sikap guru berupa menumbuhkan semangat
untuk mengkritik diri, terbuka terhadap masukan orang lain, mengakui kesalahan
yang telah dilakukan, menerima ide-ide orang lain, melatih untuk memberikan
masukan secara jujur , perhatian dan disampaikan secara santun. Perubahan
sikap ini menunjang terhadap kematangan kompetensi kepribadian dan kompetensi
sosial seorang guru yang sangat menunjang terhadap tugas kesehariannya..
DAFTAR
PUSTAKA
Harvey F.
Silver, Richard W. Strong & Matthew J. Perini. 2007. Strategi-Strategi
Pengajaran: Memilih Strategi Berbasis Penelitian yang Tepat untuk Setiap
Pelajaran. Terjemahan oleh Ellys Tjo. 2012. Jakarta. PT. Indeks.
Pupuh
Fathurohman & Aa Suryana. 2012. Guru Profesional. Bandung. PT. Refika
Aditama Lesson Study Research Group
online: http://www.tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html
Slamet Mulyana. 2007. Lesson
Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat.
Wikipedia.2007. Lesson Study. Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study.hmtl
Lewis,
Chatherine C. 2002. Lesson Study : Ahandbook of Teacher Led Instructional
Change, Philadelpia, PA : Research for Better School, Inc.
Susilo, Herwati, dkk. 2009. Lesson Study Berbasis
Sekolah. Malang. Bayu media Publishing.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru. Jakarta: Penerbit Fokus Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar