Kamis, 17 Januari 2013

LESSON STUDY DALAM PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS TENAGA PENDIDIK


LESSON STUDY DALAM PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS
TENAGA PENDIDIK

Oleh : SUSIYANTI

 
Abstrak
Lesson Study dalam pengembangan profesionalitas tenaga pendidik merupakan proses pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Tujuan utama Lesson Study: (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran;(3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Lesson Study dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis MGMP. Lesson Study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, yang terdiri dari: perencanaan (plan); pelaksanaan (do); refleksi (check); dan tindak lanjut (act).
Kata kunci :  Lesson Study, kolaboratif,  profesionalitas.
 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang
Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidik memainkan peran yang signifikan dalam membentuk  masa depan bangsa. Pendidik tidak hanya memberi keterampilan dan pengetahuan tetapi  mereka juga merupakan pendidik, pengarah, pendamping, fasilitator, dan panutan bagi peserta didik. Mereka menanamkan nilai-nilai sosial dan moral melalui kata dan perbuatan, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Mereka memberikan kepada peserta didik keterampilan belajar, kemampuan berpikir, dan keterampilan hidup agar nantinya peserta didik dapat menjadi anak bangsa yang akan banyak memberi kontribusi terhadap ibu pertiwi.  Sistem pendidikan sebaik apapun, tidak akan banyak berarti apa-apa, tanpa upaya terbaik dari para pendidik. Peran dasar bagi pendidik adalah menciptakan ruang kelas yang sangat menarik bagi peserta didiknya. Peserta didik harus merasa nyaman dengan pendidik sehingga bilamana peserta didik ingin mencari bantuan dalam bentuk apapun, mereka tidak merasa ragu-ragu  dan pada saat yang sama, pendidik harus mendorong peserta didik.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20, tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Pendidikan, Pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran dengan merencanakan perbaikan dan program pengayaan, melaksanakan program perbaikan dan pengayaan, melakukan konseling dan pelatihan, serta melakukan pengembangan profesional.  Selain itu, Gray (2007) menekankan bahwa setiap peserta didik dalam proses belajar abad 21 dituntut untuk menjadi pemikir kritis, pemecah masalah, inovator, komunikator yang efektif, kolaborator yang efektif, dan pembelajar mandiri. Dalam kaitan ini, the Partnership for the 21st Century Skills telah mengembangkan suatu visi baru untuk keberhasilan peserta didik dalam jangkauan global, yang berhubungan dengan keterampilan, keaksaraan, dan kesadaran. Apa yang peserta didik perlukan dalam kelas mereka, yaitu penguasaan keterampilan teknologi informasi, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi yang efektif, keterampilan interpersonal, dan keterampilan memberikan alasan. Selain itu, mereka juga memerlukan pemahaman multikultural dan multibahasa, serta kesadaran global. Semua keterampilan, keaksaraan dan kesadaran yang mereka perlukan, selain mata pelajaran inti, akan membuat dampak yang besar pada proses cara peserta didik belajar atau pada cara pendidik mengajar.
Peningkatan mutu pendidikan dapat dimulai dengan meningkatkan mutu guru dalam mengajar dan berprilaku profesional. Berbagai penataran dan pelatihan guru menjadi salah satu bentuk dari upaya tersebut. Akan tetapi, seringkali hal itu tidak membekas dalam keseharian aktivitas guru. Hal inilah yang mendasari perlunya perbaikan yang menitikberatkan kepada kondisi riil di lapangan, mulai dari kondisi di kelas, sekolah, dan guru. Upaya perbaikan terus menerus harus dimulai dari bawah dan tidak hanya tuntutan dari atas.
Salah satu model pembinaan guru untuk mencapai kualitas pembelajaran di sekolah adalah Lesson Study. Lesson Study adalah ”model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar” (Hendayana dkk, 2006 : 10). Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi). Dalam istilah lain, Lesson Study merupakan cara peningkatan mutu pendidikan yang tidak pernah berakhir.
Lesson Study  bukan metode atau strategi pembelajaran tetapi merupakan suatu kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksi proses dan hasil pembelajaran terkait bidang ilmu. Dalam pola LS pendidik bekerja dalam kelompok sebidang untuk merancang, melaksanakan, mengamati, meng­analisis, dan merevisi rancangan pem­belajaran. Kegiatan LS berkulminasi pada terwujudnya dua produk yaitu: (a) rencana pembelajaran yang rinci, jelas dan dapat diterapkan dengan efektif, (b) tinjauan mendalam mengenai interaksi pembelajaran yang memuat penjelasan tentang bagaimana peserta didik merespon pembelajaran, dan bagaimana guru memodifikasi rencana proses pembelajaran atas dasar hasil refleksi dan bukti-bukti yang dikumpulkan langsung dalam proses pembelajaran. Cerbin dan Kopp (2005) menyebutkan bahwa pendidik yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan pola LS secara langsung mempraktikkan empati kognitif (cognitive emphaty) dan mem­fasilitasi peserta didik untuk aktif belajar dan berpikir dengan lebih jelas.
Dalam lesson study bukan hanya guru yang melaksanakan pembelajaran saja yang dapat memetik manfaat, namun terlebih lagi para observer (guru lain/mitra, mahasiswa, dosen dan pihak-pihak lain) yang hadir pada saat pembelajaran. Dengan mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang guru, observer didorong untuk merefleksikan pembelajaran yang dilaksanakannya dan bagaimana meningkatkan kualitasnya. Oleh karena itu, lesson study sesungguhnya merupakan forum belajar bersama untuk saling belajar dari pengalaman guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pentingnya pengalaman “belajar dari orang lain” dan pengalaman nyata bagaimana orang lain melakukan pembelajaran sudah sering diungkapkan dalam berbagai literatur. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa guru sulit sekali berubah (Davis, 2003) dan bahwa mahasiswa calon guru lebih banyak belajar dari bagaimana mereka diajar oleh para dosennya dan bukan dari apa yang dipaparkan dosen tentang cara mengajar yang baik (Mellado, 1998). Karena lesson study merupakan sumber contoh-contoh nyata tentang bagaimana melakukan pembelajaran, partisipasi sebagai observer dalam lesson study atau mengamati rekaman video lesson study dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan mahasiswa calon guru.
Lesson Study, yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik pembelajaran konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah, terutama di kalangan guru yang tergolong pada kelompok laggard (penolak perubahan/inovasi). Dalam hal ini, Lesson Study tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih efektif.






BAB  II
PEMBAHASAN
1.    Lesson Study suatu Pola Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut Suyanto (2008), profesio­nalisme dan kreativitas pendidik ditandai dengan adanya kemampuan dalam bekerjasama dengan koleganya untuk: 1) men­determinasi tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dengan mem­per­timbangkan apakah tugas siswa termasuk masalah penting atau hanya sekedar latihan, 2) mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok kooperatif yang ditandai oleh heterogenitas intelektual, gender, dan keragaman budaya dalam rangka mengem­bangkan kemam­puan bekerjasama pada siswa, 3) mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada kegiatan inkuiri terbimbing seperti model siklus belajar, model kooperatif, penyelesaian masalah, 4) merancang pembelajaran berbasis penyelesaian masalah agar siswa belajar dengan melakukan  dan saling membantu satu sama lain, 5) menggunakan konsep dan proses sebagai konteks untuk melatih siswa menulis deskriptif atau essay, melibatkan mereka dalam diskusi lisan,  menghubungkan data dengan teori-teori ilmiah, dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan alasan logis dan matematis.
Salah satu pola yang efektif dalam upaya mengembangkan profe­sionalisme pendidik adalah Lesson Study. Pola ini pertamakali dikembangkan di Jepang dan sekarang telah diadopsi dan diujicoba di beberapa negara lain termasuk di Indonesia. Lesson study merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. Di negara tersebut, kata atau istilah itu  lebih populer dengan sebutan “jugyokenkyu” (Yoshida, 1999 dalam Lewis, 2002). Menurut istilah bahasa Indonesia bisa disebut juga sebagai “studi pembelajaran” atau “kaji pembelajaran”. Menurut  Wang-Iverson (2002) kata “lesson” meliputi tidak hanya deskripsi mengenai apa yang akan diajarkan dalam jangka waktu tertentu, tetapi meliputi hal-hal yang jauh lebih luas.
Lesson study (LS) telah diakui sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pem­belajaran secara kolaboratif dan ber­kelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegia­litas dan saling belajar dengan meng­untungkan (mutual learning) untuk membangun komunitas belajar (Juanda dkk, 2010; Muhtar, 2006).
Lesson study dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan dengan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Penerapan LS dapat dipadukan dengan penelitian tindakan kelas (PTK) bagi guru bahkan penelitian tindakan sekolah (PTS) bagi kepala sekolah dan pengawas pendidikan. LS dapat memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kompe­tensi pendidik, terutama yang terkait dengan pengetahuan tentang materi pelajaran, pengetahuan proses pengajaran, pengetahuan riset, kapasitas mengamati siswa, menghu­bungkan praktik sehari-hari dengan tujuan jangka panjang, motivasi, hubungan dengan kolega dan saling membantu, komitmen, serta akuntabilitas (Hajranul dan Hendayana, 2010).
Menurut Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.
Secara ringkas, gambaran umum dan tujuan utama Lesson Study serta hubungannya dengan empat kompetensi guru menurut  Depdiknas (2008) diperlihatkan dalam tabel di bawah ini.
Gambaran umum  Lesson Study
Tujuan Umum Lesson Study
Kegiatan kolaborasi dalam tahapan Lesson Study termasuk:
·         Merencanakan pembelajaran berdasarkan tujuan dan perkembangan peserta didik
·         Mengobservasi proses pembelajaran untuk mendapatkan data dan informasi tentang aktivitas belajar peserta didik
·         Menggunakan data hasil observasi untuk melakukan refleksi pembelajaran secara mendalam dan luas
·         Memperbaiki perencanaan untuk  topik yang sama atau berbeda untuk diterapkan pada kelas lain
Meningkatkan kompetensi pendidik yang meliputi:
Kompetensi Profesional
·         Meningkatnya pengetahuan tentang materi ajar
Kompetensi Pedagogik
·         Meningkatnya pengetahuan tentang pembelajaran
·         Meningkatnya kemampuan mengobservasi aktivitas belajar peserta didik
·         Memperkuat hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehai-hari dengan tujuan jangka panjang
·         Meningkatnya kualitas rencana pembelajaran
Kompetensi Sosial
·         Memperkuat hubungan kolegialitas
Kompetensi Kepribadian
·         Meningkatnya motivasi dan semangat kerja

Sementara itu Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu:
1.        Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.
2.        Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
3.        Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
4.        Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.
Sementara itu, menurut Lesson Study Project (LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study, diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi guru.
Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6 orang saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya sebagai decision maker di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi.
Lesson study  pada hakikatnya merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis dalam pendidikan. Siklus LS diasjikan pada Gambar diagram dibawah ini.

http://gurupembaharu.com/home/wp-content/uploads/2011/07/New-Picture1.bmp
Pada gambar jelas bahwa proses kegiatan dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan riset, dan kegiatan refleksi pasca observsi pembelajaran. Aktivitas kegaitan dapat dilakukan berulang-ulang untuk meneliti tema yang sama atau mengembangkan penelitian dengan tema yang berbeda.
2.      Tahapan-Tahapan Lesson Study
Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
1.              Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
2.             Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
3.             Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
4.             Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
5.             Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa
6.             Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.

Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran Slamet Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study :
a.             Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.
b.             Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
a)      Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.
b)      Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study.
c)      Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
d)     Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
e)      Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
f)       Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
g)      Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
c.       Tahapan Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun. Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.
d.      Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran individual, maupun menajerial. Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam  tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.

3.      Bentuk -Bentuk Kegiatan Lesson study
Lesson study di Indonesia saat ini dilaksanakan dalam dua bentuk.
1.      Lesson study berbasis musyawarah guru mata pelajaran  (LS MGMP)
Program lesson study dilaksanakan dengan  cara menggabungkan semua guru-guru yang memiliki bidang study yang sama dari beberapa sekolah dalam satu zona/rayon/gugus yang sama kemudian disepakai hari pertemuan rutin setiap minggunya. Saat open class  yang menjadi guru model secara ditunjuk secara bergantian dan peserta MGMP yang lain menjadi observer.
2.      Lesson study berbasis sekolah (LSBS)
Bentuk lesson study  berbasis sekolah diterapkan pada sebuah sekolah tertentu saja. Sekolah ini menentukan hari tertentu dalam satu minggu untuk  melaksanakan program lesson study ini. Saat open class yang menjadi guru model adalah salah satu guru mata pelajaran yang mengajar di sekolah tersebut dan  yang menjadi observernya adalah seluruh guru yang berada di sekolah tersebut walau pun berbeda mata pelajarannya. Ini dilaksanakan rutin setiap minggunya dan dilakukan secara bergantian oleh seluruh guru mata pelajaran yang mengajar disekolah tersebut.

4.     Kegiatan Lesson Study Terhadap Perubahan Budaya Mengajar guru
Pelaksanaan lesson Study mampu menciptakan dampak yang positif terhadap perubahan budaya mengajar guru diantaranya adalah :
1.      Terbangunnya komunikasi antar sesama guru. Lesson study mendorong terjadinya interaksi dan komunikasi secara kolegial. Ini menciptakan rasa tanggung jawab bersama dalam memecahkan permasalahan seputar kesulitan belajar.
2.      Kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran yang lebih detil dan beroreintasi pada upaya pembimbingan siswa.
3.      Posisi atau setting kelas yang tidak lagi pola konvensional. Pola pembelajaran Lesson study mempengaruhi cara pengelolaan kelas ke arah model belajar kelompok. Pengaturan temapat duduk dengan model kelompok hampir menjadi kekhasaan dan budaya guru mengajar.
4.      Terbukanya wawasan guru menggali berbagai macam metode dan tekhnik pembelajran di kelas.  Dengan lesson study guru  lebih memahami tugasnya untuk mengaktifkan siswanya dengan berani mencoba dengan berbagai metode  dan tekhnik pembelajaran. Hal ini mengubah buadaya guru yang selama ini cenderung berceramah menjadi harus menyesuaikan dengan situasi kelas dan membiasakan siswa untuk mulai berani presentasi di depan kelas.
5.      Terbangunnya guru dalam kreasi dan mencipta media pembelajaran. Sebelum open class guru mempersiapkan  media pembelajaran seoptimal mungkin agar dapat meningkatkan perhatian, pemahaman dan partisipasi siswa dalam belajar. Semakain guru dapat berkreasi dan berinovasi  untuk menyediakan  media yang unik, menarik dan menantang, akan menggerakkan siswa dalam belajar dan memudahkan dalam pengelolaan kelas
6.      Tersedianya data base siswa yang sering mengalami kesulitan belajar dan membutuhkan penagan khusus. Saat open classs guru dapat lebih optimal dapat mengamati terhadap siwa yang megalami kesulitan.

5.     Kegiatan Lesson Study Terhadap Perubahan Sikap Guru
Dampak pelaksananaan lesson study akan  membentuk sikap guru sebagai berikut :
1.         Semangat  mengkritik diri sendiri” merupakan salah satu nilai yang dikembangkan dalam lesson study (bahas Jepangnya hansei), yaitu melakukan refleksi secara jujur untuk memperbaiki kekurangan diri sendiri. Pada akhir setiap jam pembelajaran atau akhir jam sekolah, akhir minggu, akhir semester dilakukan refleksi diri (hansei). Peserta didik melakukan hansei dengan mengajukan pertanyaan, seperti: Apakah saya sudah mencoba dengan sekuat tenaga?”, “Apakah saya ingat materi apa yang harus saya bawa ke sekolah sepanjang minggu ini”, “ Apakah saya sudah melakukan perbuatan berdasar cinta kasih ke teman-teman saya” , “ Apa yang masih perlu saya perbaiki?”. Pelaksanaan refleksi yang dilakukan peserta didik dan guru itu bersifat menular. Orang yang mendengarkan hasil refleksi orang lain hakikatnya akan mulai menanyai diri sendiri juga, apakah dia telah melakukan yang terbaik yang harus dilakukan. Kebiasaan melakukan refleksi diri merupakan salah satu  kunci pendukung pelaksanaan lesson study (dan pembaruan pendidikan di Jepang).
2.         Keterbukaan terhadap masukan yang diberikan oleh orang lain. Berbagai pengalaman melalui lesson study merupakan suatu hal yang perlu dipelajari karena biasanya guru merasa malu bila proses pembelajaran dilihat oleh orang lain. Bahkan, terjadi seorang guru jatuh sakit gara-gara harus melakukan peer teaching. Oleh karena itu, guru yang dapat melaksanakan lesson study adalah guru yang mau “ belajar sepanjang hayat” dan mau memperoleh masukan dari orang lain.
3.         Guru pelaksana lesson study mengedepankan sikap mau mengakui kesalahan. Perubahan akan terjadi bila orang mau menyediakan waktu dan upaya untuk melakukan perubahan  karena mungkin  didalamnya akan ada kesalahan-kesalahan. Sebagai manusia tidak luput dari kesalahan, guru jarang melaksanakan pembelajaran secara sempurna. Melalui lesson study guru berkesempatan secara pelan-pelan memperbaiki dan menyempurnakan pembelajaran yang dilakukan dan sekaligus membangun budaya sekolah yang bersifat pada inquiri dan perbaikan. Jadi, guru dapat belajar dari pembelajaran yang kurang sempurna setelah merancang, melaksanakan dan mendiskusikan pembelajaran tersebut.
4.         Bersikap terbuka terhadap ide orang lain, tidak berusaha mencari hasil pemikiran sendiri yang “asli” atau “murni” yang terpenting adalah hasil pemikiran itu dapat menggalakkan peserta didik untuk belajar. Kuncinya yakni bagaimana membelajarkan peserta didik agar terbantu dalam belajar daripada mencari “ide murni (ide sendiri)” pelaksanaan  pembelajaran yang mungkin kurang tepat membelajarkan peserta didik. Oleh karena itu, dalam lesson study guru tidak berangkat dari nol, tetapi memulai dari yang sudah ada, yang dilakukan orang dan  memaksimalkan diri pada bagaimana dapat meningkatkan secara berkesinambungan proses dan isi pembelajarannya.
5.         Guru mau memberikan masukan secara jujur dan penuh respek. Sikap ini perlu dikembangkan oleh guru yang terlibat dalam lesson study. Mereka secara bersama-sama harus mencari cara agar terhindar dari dua hal yang ekstrim, yaitu “happy talk” (dimana orang malu untuk tidak sepakat atau untuk mengkritik) dan “harping” (dimana orang merasa dan bertindak sedemikian seolah-olah ego mereka bergantung pada atau akan  naik bila mereka dapat menjatuhkan atau mempermalukan orang lain). 






MASALAH-MASALAH DALAM IMPLEMENTASI LESSON STUDY SEBAGAI SUATU INOVASI PENDIDIKAN
Pelaksanaan Lesson Study melibatkan berbagai pihak-pihak yang terkait, tidak hanya guru, tetapi pihak dinas kependidikan, dosen dan mahasiswa. Dari beberapa pengalaman yang dilaksanakan di Indonesia, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul mulai dari sumber daya manusia, sarana prasarana, atau kebijakan teknis. Berikut ini akan dipaparkan tentang masalah-masalah yang teridentifikasi berkaitan dengan pelaksanaan Lesson Study sebagai suatu Inovasi dalam Pendidikan (Hendayana dkk., 2006).
Faktor Sumber Daya Manusia
Lesson Study adalah sebuah kegiatan kolaborasi dengan inisiatif pelaksanaan idealnya datang dari Kepala Sekolah bersama guru. Siapa yang terlibat dalam Lesson Study tergantung model Lesson Study yang digunakan. Jika yang digunakan adalah Lesson Study berbasis sekolah maka yang terlibat adalah guru-guru dan kepala sekolah pada suatu sekolah. Sedangkan jika Lesson Study berbasis KKG atau MGMP, maka yang dilibatkan guru-guru dalam suatu gugus kerja, misalnya untuk guru sekolah dasar dalam suatu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan. Dalam pelaksanaannya, berbagai pihak dari dinas terkait, termasuk pengawas juga dapat dilibatkan. Sementara untuk pertimbangan ahli dapat melibatkan dosen dan mahasiswanya sebagai sarana pembelajaran dan latihan di lapangan.
Berdasarkan hal tersebut, salah satu faktor kesuksesan Lesson Study sebagai inovasi dalam pendidikan adalah bagaimana pihak-pihak yang disebutkan di atas dapat bertemu, menggagas bersama-sama dan kemudian melaksanakan kegiatan Lesson Study. Hal ini terutama bagi guru dan kepala sekolah sebagai ujung tombak inovasi. Tentunya pihak sekolah perlu didorong oleh kebijakan serta didukung oleh tenaga ahli dari universitas. Beberapa masalah yang terjadi dalam pelakanaan Lesson Study berkaitan dengan sumber daya manusianya adalah :
1.      Belum seragamnya pemahaman tentang Lesson Study. Terjadinya kesenjangan dalam memahami kegiatan Lesson Study dapat menimbulkan beda pendapat, seperti apakah munculnya ide inovasi dalam pembelajaran harus dimulai dari guru atau dari dosen. Pendapat pertama berimplikasi dosen tidak terlalu aktif karena hanya memonitor dan mendapatkan laporan. Sementara pendapat yang kedua, dosen lebih aktif mendorong inovasi dalam pembelajaran.
2.      Kesiapan kerja sama. Mungkin saja terjadi ketika memilih guru yang akan tampil untuk mengujicobakan suatu inovasi pembelajaran. Guru yang akan tampil masih dipersepsikan harus mempersiapkan segalanya, padahal itu dilakukan oleh tim kerja semuanya. Guru yang tampil merasa menjadi pusat perhatian dan dinilai, padahal fokus pelaksanan Lesson Study bukan kepada bagaimana guru mengajar tetapi lebih difokuskan pada aktivitas siswa dalam merespon pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
3.      Koordonasi. Walaupun sudah melalui tahap sosilsisasi, secara teoritis bahwa keinginan meningatkan mutu pembelajaran seharusnya keluar dari niat para guru. Tapi mengingat berbagai kesibukan sekolah terkadang niat ini terlupakan, terlebih sulitnya menentukan waktu yang pas agar semua pihak dapat terlibat.
Faktor Sarana Prasarana
Dalam pelaksanaan Lesson Study, sarana yang dibutuhkan tidak lah sulit karena kegiatan ini berbasis kegiatan sekolah sehingga tempat pelaksanaan di lakukan di suatu sekolah. Yang diperlukan hanyalah ijin dari pihak sekolah. Adapun yang sering menjadi kendala adalah justru biaya operasional pelaksanaan Lesson Study, meliputi transport, alat-alat pembelajaran, dan konsumsi pelaksanaan.
Akan tetapi, sering terjadi kesulitan menentukan lokasi sekolah tempat pelaksanaan terutama yang menunjang pelaksanaan Lesson Study. Ruang kelas sering tidak memadai untuk dimasuki para observer dengan jumlah yang sedikit banyak. Alat-alat pembelajaran yang bervariasi harganya tentunya membutuhkan alokasi dana khusus yang teranggarkan.
Faktor Kebijakan Teknis
Dari beberapa pengalaman pelaksanaan Lesson Studi di Indonesia itu masih di dorong oleh proyek IMSTEP. Perguruan tinggi yang membidani Lesson Study di Indonesia menjadi ujung tombak dalam menyosialisasikan Lesson Study baik melalui seminar, maupun pengembangan kegiatan di daerah yang lainnya.
Selama inisiatif dari sekolah sendiri masih kurang, maka inisiatif dapat dimulai dari Dinas Pendidikan Daerah. Inisiatif ini sangat penting untuk mendongkrak mutu pendidikan. Selama ini keberadaan KKG dan MGMP belum optimal sebagai wadah peningkatan mutu guru. Dalam berbagai situasi, tanpa ada kebijakan teknis dari dinas pelaksanaan Lesson Study sulit untuk terjadi.

UPAYA UNTUK MENGATASI MASALAH
Mengingat pentingnya Lesson Study sebagai Inovasi Pendidikan, maka perlu diupayakan usahan untuk mengatasi masalah-masalah yang telah diungkapkan di atas. Menurut Roger (1993), suatu inovasi akan diterima dengan cepat atau tidaknya bergantung kepada hal-hal berikut, yaitu :
1.      Keuntungan relatif, yaitu sejauhmana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya, dari segi-segi : ekonomi, faktor status sosial, kesenangan atau kepuasan.
2.      Kompatibel, yaitu tingkat kesessuian inovasi dengan nilai, pengalaman, dan kebutuhan penerima.
3.      Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran utuk memahami dan menggunakan inovasi bagi peneriman.
4.      Triabilitas, ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
5.      Dapat diamati, ialah mudah tidaknya suatu hasil inovasi.
Sementara keputusan suatu inovasi itu akan diadaptasi atau tidaknya mengikuti 5 langkah, yaitu : (1) pengetahuan tentang inovasi, (2) bujukan dan imbauan, (3) penetapan atau keputusan, (4) penerapan, dan (5) konfirmasi. Berdasarkan asumsi teori tersebut, maka pelu ditinjau dari sudut pandang mana masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan Lesson Study sebagai inovasi pendidikan.
Masalah Sumber Daya Manusia
Masalah sumberdaya manusia selalu menjadi hambatan dalam setiap usaha inovasi, baik cara pandang, prilaku, kebiasaan atau peresepsi tentang suatu inovasi. Oleh karena itu, dalam kasus pelaksanaa Lesson Study di Indonesia faktor inisiatif dari guru dan sekolah maapun dinas terkait masih kurang. Bebrapa hal yang dapat dilakuakan adalah :
1.      Mengintensifkan kegiatan-kegiatan ilmiah untuk menyebarkan pengetahuan dan pengalaman pelaksanaan Lesson Study.
2.      Melibatkan guru-guru dalam kegiatan ilmiah tersebut.
3.      Mengembangkan model-model percontohan kegiatan Lesson Study.
4.      Meningkatkan partisipasi KKG dan MGMP dalam kegiatan Lesson Study bahkan dapat dijadikan sebagai pelaksana di lapangan.
Masalah Sarana Prasarana
Sarana yang digunakan dalam kegiatan Lesson Study tidak lah sulit untuk dicari. Hanya saja sulitnya mencari sekolah yang memiliki kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan terutama di daerah. Biaya yang tidak kalah pentingnya adalah biaya operasional kegiatan yang sering menjadi kendala terutama jika kegiatan Lesson Study tidak berbasis proyek. Beberapa hal yang dapat dialakukan untuk memecahkannya adalah :
1.      Mengembangkan komitmen dinas pendidikan untuk mengalokasikan kegiatan Lesson Study
2.      Mengembangkan komitmen sekolah dalam mengalokasikan biaya operasinal bagi guru yang terlibat dalam Lesson Study
3.      Pihak perguruan tinggi mengembangkan proyek-proyek Lesson Study untuk diajukan pada lembaga-lembaga pemerintah atau internasional.

Masalah Kebijakan Teknis
Kebijakan pelaksanaan Lesson Study sudah direspon dengan baik oleh pemerintah pusat. Hanya saja, pelaksana program pendidikan tingkat daerah belum semuanya mengadaptasi Lesson Study sebagai sebuah inovasi. Padahal kebijakan teknis tingkat daerah sangat dibutuhkan untuk mendorong sekolah-sekolah. Oleh karena itu, perlu usaha sosialisasi dan persuasi yang lebih intensif dengan pemerintah daerah.


BAB III
PENUTUP

1.         Kesimpulan
Kegiatan lesson study memberikan nuansa yang berdampak yang positif terhadap perubahan sikap dan budaya guru dalam mengajar disekolah. Melalui tahapan-tahapan lesson study mulai dari plan, do, see, check dan act  memunculkan  interaksi dan komunikasi antar guru dan rasa tanggung jawab bersama.  Terjadi diskusi yang matang dalam perencanaan pembelajaran saat plan, kemudian mengamati jalannya proses pembelajaran saat do, dan merefleksi tentang kelemahan-kelemahan saat pelaksaan do serta mencari solusinya.
Perubahan budaya juga terjadi pada guru dalam mengajar melalui lesson study seperti  mampu membangun komunikasi sesama guru, merancang perencanaan pembelajaran yang beroreintasi pada siswa, setting kelas yang sudah tidak selalu konvensional, bervariasinya metode mengajar guru, penggunaan media pembelajaran yang optimal, mengetahui sekumpulan data siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran sehingga mudah dalam mencarikan jalan keluarnya.
 Lesson study juga mampu menimbulkan perubahan sikap guru berupa  menumbuhkan semangat untuk mengkritik diri, terbuka terhadap masukan orang lain, mengakui kesalahan yang telah dilakukan, menerima ide-ide orang lain, melatih untuk memberikan masukan secara jujur ,  perhatian dan disampaikan secara santun. Perubahan sikap ini menunjang terhadap kematangan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial seorang guru yang sangat menunjang terhadap tugas kesehariannya..



DAFTAR  PUSTAKA

Harvey F. Silver, Richard W. Strong & Matthew J. Perini. 2007. Strategi-Strategi Pengajaran: Memilih Strategi Berbasis Penelitian yang Tepat untuk Setiap Pelajaran. Terjemahan oleh Ellys Tjo. 2012. Jakarta. PT. Indeks.
Pupuh Fathurohman & Aa Suryana. 2012. Guru Profesional. Bandung. PT. Refika Aditama Lesson Study Research Group online: http://www.tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat.
Wikipedia.2007. Lesson Study. Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study.hmtl
Lewis, Chatherine C. 2002. Lesson Study : Ahandbook of Teacher Led Instructional Change, Philadelpia, PA : Research for Better School, Inc.
Susilo, Herwati, dkk. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah. Malang. Bayu media  Publishing.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Jakarta: Penerbit Fokus Media.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar